Ternyata Begini Rasanya Merayakan Natal di dalam Penjara


Lagu Gita Surga Bergema baru mulai dinyanyikan. Tapi saya malah sibuk mendongakkan kepala. Mengerjapkan mata. Menahan genangan di sudut maya agar tak menetes. Hati saya hangat sekaligus pilu.



Awal Januari saya bersama teman-teman Kristiani di kantor mengadakan perayaan Natal bersama dengan saudara seiman yang kurang beruntung, dan sedang berada di rutan Pajangan, Bantul. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Perayaan Natal untuk ASN, TNI, Polri, karyawan BUMN BUMD dan pegawai Bank di Bantul. Tahun sebelumnya kegiatan sosial dengan bakti sosial ke panti asuhan, kemudian tahun ini  ke rumah tahanan sekaligus mengadakan Misa dan Perayaan Natal.

Berkunjung ke panti asuhan sudah sering saya lakukan, tapi masuk ke rumah tahanan atau yang biasa kita sebut penjara ini menjadi pengalaman pertama saya.

Bersama rombongan panitia Natal, perwakilan dari Kemenag yang biasa mengadakan pembinaan iman di Rutan serta keluarga para napi.

Ya, petugas dari Kemenag sebelumnya sudah berkabar ke keluarga para napi dan mengundang mereka untuk turut merayakan Natal bersama di dalam rumah tahanan. Tentu, ini menjadi sebuah kesempatan yang ditunggu para keluarga napi, mereka ada tambahan waktu berjumpa dengan keluarga mereka selain jadwal rutin berkunjung.

Pukul setengah sembilan saya bersama Mbak Tatik, pembina dari Kemenag sampai di Rutan Pajangan. Dia sudah sering kesini sehingga sudah akrab dengan para petugas yang jaga dan tahu peraturan-peraturan memasuki Rumah Tahanan.

FYI, berikut yg harus kalian patuhi saat masuk ke Rutan atau berkunjung ke penjara :
1. Dilarang membawa alat komunikasi, seperti handphone
2. Dilarang membawa kamera
3. Dilarang membawa makanan dan minuman
4. Dilarang membawa uang
5. Mendaftar ke petugas jaga terlebih dahulu untuk mendapatkan kartu berkunjung
6. Dilarang membawa senjata tajam, narkoba
7. Memakai pakaian yg sopan dan harus pakai sepatu ~ yg terakhir ini agak agak lupa saya ~

Di dalam disediakan loker, tapi jumlah terbatas, saya sarankan simpan hp, dompet dan barang berharga kamu di mobil atau kendaraan saja. Karena kalau pas ramai nggak bakal dapat loker sih, jumlahnya sekitar ada 8 saja. ~kalau nggak salah hitung yee~

Bersama Mba Tatik dan panitia natal lainnya

Kami masuk via mbak Tatik, jadi tak perlu mendaftar, status kami untuk berkunjung perayaan misa yang memang sudah disiapkan. Kami bawa snack juga dan bingkisan untuk napi, jadi dikecualikan boleh bawa makanan karena perayaan hari besar. Bingkisan yang berisi alat mandi serta snack dimasukkan lebih dulu untuk diperiksa petugas.

Handphone diperbolehkan khusus mbak Tatik untuk mendokumentasikan acara.

Setelah panitia sudah lengkap, kami masuk ke rumah tahanan, melewati pintu besar yang dibuka tidak terlalu lebar oleh penjaganya.

Terlihat taman di kanan kiri, dengan pagar besi yang menjulang setinggi lantai dua bangunan. Semacam ada lapangan basket. Kemudian kami harus melewati pintu yang berputar seperti kalau kita masuk ke supermarket, pintu besi yang berputar tapi setinggi manusia, bukan yang cuma pendek di pinggang itu.  Ada yang bilang pintu ini dilepas saat 17 Agustus, mungkin biar napi merasa agak bebas dari satu area ke area yang lain.

Hari itu hari Jumat. Para narapidana sedang kerja bakti. Membersihkan taman, memotong rumput, ada juga yang bergerombol berbincang. Tak semua mengenakan baju napi, cuma beberapa yang memakai baju napi. Saya perhatikan yang duduk duduk didalam sel yang memakai seragam.

Tempatnya bersih. Agak sejuk dengan tanaman, suasana mirip kayak sekolahan gitu, ada area luas ditengah dikelilingi bangunan.

Berada di dalam penjara ternyata tidak semenakutkan yang saya bayangkan. Saat disapa mereka juga membalas dengan ramah.

Tibalah kami disatu ruangan yang disebut gereja. Ruangan tidak terlalu luas, sekitar 10 m x 20 m. Dan dinamakan gereja. Entah, saya agak bertanya - tanya juga kenapa namanya bukan kapel, sebutan untuk gereja yang kecil, dan malah dinamai gereja.

Didalam sudah ada para penghuni napi yang menyiapkan tempat dan menunggu kami, tentu keluarga yang mereka nantikan.

Lampu kelap-kelip menempel di dinding. Membentuk ornamen seperti rumah. Salib agak besar tergantung di dinding. Di sudut ruangan ada pohon cemara kecil dengan hiasan sederhana. Menjadi tanda saat itu masih di masa Natal.

Seorang anak muda mencium tangan seorang ibu berusia paruh baya. Ketegaran nampak di wajah Ibu itu. Atau hati "yang dikuat-kuatkan" meski jika dirasa tentu nggak kuat karena terpisah dengan anak, bukan karena alasan yang 'baik'.

Rona kebahagian terpancar dari lelaki-lelaki yang tinggal di rumah tahanan itu. Ya, mereka semua pria. Sepertinya rutan Pajangan khusus untuk pria saja, karena saya tidak melihat perempuan disana kecuali pegawai rutan.

Pelukan erat, menjadi pelepas rindu. Mereka senang berjumpa dengan keluarga apalagi bisa merayakan misa, sebuah ibadah wajib bagi kami umat Katholik, bersama keluarga.

Misa dipimpin oleh Romo Wisnu dari Gereja Ganjuran, Bantul. Teman-teman dari Kemenag sudah mempersiapkan segala keperluan misa, dari text lagu, hingga hosti yang akan diterima umat.

Sekejab saya membayangkan jadi para napi. Tinggal dalam segala keterbatasan. Ruang yang terbatas, makanan yang terbatas, fasilitas yang terbatas, hiburan yang terbatas, segala sesuatu yang terbatas. Tak ada lagi kebebasan dan kemerdekaan selama mereka tinggal disana. (saya tidak mau membahas tentang apa yg mereka perbuat, dan menyebabkan mereka berada di penjara🙏).

Saya bisa bertemu keluarga setiap hari. Makan enak sesuai pilihan tiap waktu, mengakses media kapanpun, menggunakan alat komunikasi setiap saat, tidur dengan kasur empuk atau piknik sesuka hati (asal punya uang n cuti)

Sungguh, saya harus BERSYUKUR atas segala sesuatu yang saya nikmati saat ini. Apapun itu, semua anugerah Tuhan yang harus disyukuri.

Lalu saya membayangkan jika berada diposisi keluarga para napi.

Mereka memang tidak terpenjara. Makan bebas, kemanapun pergi bisa. Tapi hati mereka 'terpenjara'. Tak bisa berjumpa dengan anak, adik, ayah atau suami mereka setiap waktu, tak tahu apakah mereka sudah makan, pakai lauk apa, sedang sakit atau sehat. Mau menelepon juga tak bisa, apalagi piknik bareng. Pasti sedih donk. 😢

Hati saya mendadak pilu. Ada yang berlubang disana. Mungkin seperti ini juga rasanya Bunda Maria dan Yusuf saat mencari penginapan dimalam Yesus lahir. Ditolak dimana-mana, dan berakhir dengan melahirkan di kandang domba. Bayangkan, kandang embek😭

Sama-sama pilu. Sama-sama menerima keterbatasan.


Pukul 09.00 misa dimulai, diikuti sekitar 35 orang, dari napi, panitia natal, temen dari Kemenag dan keluarga napi. Meski tak semua napi beragama Katholik mereka tetap khusyuk mengikuti ibadah. (kurang lebih hampir sama sih ritual ibadahnya)
Hanya berbeda saat penerimaan Hosti ~roti tipis sebesar uang logam, rasanya hambar~
Hanya umat Katholik yang boleh menerima hosti, itupun bagi yg 'sudah boleh menerima' alias sudah mengikuti pelajaran dan lulus.

Selesai penerimaan hosti para napi yang beragama Kristen dipersiapkan maju untuk menerima berkat dari Romo/Pastur dengan cara mereka menyilangkan kedua tangan di depan dada, Romo kemudian menepuk punggung dan memberi doa serta berkat bagi mereka satu persatu.

Nah, ini juga pengalaman pertama bagi saya. Baru sekali ini melihat pemberkatan bagi umat Kristen saat misa. Karena memang baru sekali ini mengikuti misa bersama saudara Kristen. Kalau cuma perayaan biasa sudah sering tapi didalamnya tak ada ibadah ekaristi.

Dalam homilinya (khotbah) Romo menyampaikan tentang 'untung' berbagai keuntungan yang masih bisa kita nikmati dan itu harus disyukuri. Misal kecelakaan dan satu tangan patah, masih untung yang patah cuma satu tangan dan yang lain masih bisa digunakan. Khusus bagi napi 'keuntungan' yang didapat saat menerima hukuman itu adalah berarti diingatkan Tuhan untuk berhenti melakukan 'dosa' lama, dan bertobat. Jika tidak dipenjara belum tentu bertobat bukan?



Selesai misa ada sambutan dari Ketua Panitia Natal yaitu Kasat Pol PP yang juga berbagi cerita tentang 'untung'  serta mengucapkan Natal bagi semua napi serta keluarga.

Para pembina iman dari Kemenag yang sudah akrab dengan para napi memberikan kado sebuah gitar bagi para napi. Bisa digunakan untuk menyanyikan pujian serta menghibur diri.


Hingga kami semua harus segera keluar dari tempat itu karena keterbatasan waktu. Kami berjabat tangan dengan mereka, seiring doa semoga mereka selalu dimampukan dan kelak menjadi manusia baru yang lebih baik.

Doa yg sama untuk diri saya sendiri, karena yang diluar rutan bukan berarti orang yg lebih baik dari mereka. Lebih suci atau tak punya dosa. Bahkan bisa saja orang diluat penjara lebih 'hitam' dari mereka yg mendapat hukuman dari pengadilan.

Kami bergegas meninggalkan gereja, berjalan melewati para napi yang nampak sudah rapi dan bersiap untuk sholat Jumat.

Ada 11 nara pidana Kristiani di Rutan Pajangan. Separuh dari mereka masih muda. Jalan hidup mereka masih panjang. Masih menjadi harapan bagi keluarga mereka.

Didalam penjara bukan berarti kegelapan. Pelita masih bisa dinyalakan.

Setelah sekian lama hati saya hampa, bahkan saat misa-misa yang saya ikuti atau misa natal gegap gempita, saya justru menemukan rasa 'cles', rasa disayangi Tuhan, sekaligus disentil dan diingatkan untuk menjadi pribadi baru yang lebih baik di dalam penjara.

Terimakasih teman-teman yang sedang dibatasi kebebasannya. Terimakasih pada para keluarga napi yang menunjukkan rasa peduli dan kesetiaan pada keluarga. Dan selamat natal bagi yang merayakan. ❤️


Komentar