Gua Maria Ratu Kenya Wonogiri - Bulan Mei merupakan bulan yang ditunggu oleh umat Katholik karena pada bulan Mei ini umat Katholik melakukan devosi khusus terhadap Bunda Maria. Selama sebulan penuh umat Katholik berdoa Rosario baik secara berkelompok, maupun secara pribadi.
Selain itu, devosi khusus juga diperuntukkan bagi Bunda Tuhan Yesus, salah satunya dengan berziarah di Gua Maria yang banyak tersebar di tiap daerah. Begitupun saya, bulan ini berkesempatan berziarah di Gua Maria Ratu Kenya di Wonogiri. Saya sekeluarga berangkat bersama rombongan umat lingkungan Kalibening, Kalasan.
Kami berangkat pukul 08.00 pagi mengendarai bus yang sudah dipesan jauh-jauh hari, itupun dapetnya ga maksimal, ACnya on off terus, hadeew panas-panas dech. Tapi ga masalah juga, itung-itung merasakan "sengsara" walaupun tak sebanding dengan "sengsara" Tuhan Yesus.
Perjalanan dari Jogja menuju Wonogiri ditempuh selama lebih dari dua jam. Jalan yang berliku-liku, karena melewati Gunung Kidul. Pemandangan cukup indah, ya walaupun ada yang mabuk darat juga karena medan yang naik turun.
Mas Nathan dipangku si Bapak, sedang saya memangku dek Saka. Karena sudah terbiasa perjalanan jauh, mereka ga rewel, malah seneng melihat pemandangan. Kalo Nathan banyak tanya macem-macem, dan hepi kalo ngeliat hutan di kiri kanan jalan.
Gua Maria Ratu Kenya berada di desa Platarejo , Giriwoyo, Wonogiri. Daerah perbukitan batu kapur so cuacanya panas dan gersang. Kami sampai di Gua Maria Ratu Kenya hampir jam 11 siang, sudah ada beberapa bis yang terparkir. Saat bulan Maria, Gua Maria memang akan laris dikunjungi umat, jadi ga heran, walopun lokasinya terpencil, ada juga yang kesini.
Dari parkiran menuju Perhentian pertama cukup jauh, jalan menanjak dan wow panas tak menyurutkan saya untuk tetap berjalan kaki sambil mengendong dek Saka. Sedang Mamak dan beberapa umat yang sepuh memilih untuk naik ojek sampai di atas bukit.
Ziarah dimulai dari perhentian pertama sampai tiga belas, mengenang kembali sengsara Tuhan Yesus dan sedikit merasakan perjuangan dan rasa sakit yang DIA derita.
Di perhentian ini Yesus mulai memanggul salib, bayangkan salib dari kayu yang sangat berat DIA panggul sendirian, sedang saya, jalan menanjak dikit tanpa beban pun sudah mengeluh tanpa henti.
Di Puncak Golgota lah peristiwa sengsara Yesus berakhir, DIA wafat di kayu salib demi menebus dosa manusia.
Perjalanan dari perhentian 1 sampai 13 tidak terlalu jauh, jarak antar perhentian hanya sekitar 10 m, berbeda dengan Gua Maria Sriningsih atau Sendangsono yang jaraknya 100m dengan jalan menanjak.
Sesampai diatas , kita bisa berdoa di depan Gua Maria atau beristirahat di joglo. Ada Kapel Rasul Yohanes di dekat Gua, setiap Jumat tertentu ada misa khusus yang di selenggarakan disini.
Seperti Gua Maria pada umumnya, ada mata air di dekatnya, setelah berjalan jauh, cuci muka disini berasa seger banget.
Jangan dibilang kemayu yaaa, saya cuma kasian ama Dek Saka kalo kepanasen, terpaksa pake payung yaaaa. Gua Maria ini tak hanya milik umat Katholik, jika ingin menikmati angin pegunungan dan ingin menikmati alam bisa datang kesini.
pemandangan nya indah iya mba :)
BalasHapusbener bener indah sekali.... :)
BalasHapus