Jiahhh,,akhirnya tulisan yang didraft beberapa bulan lalu keposting juga. Kenapa? karena saya ngedraftnya di komputer rumah, dan si PC masih ketinggalan di rumah Bantul, dan baru beberapa hari yang lalu dibawa ke Kalasan.
Kali ini saya mau bercerita tentang anak kedua saya yang terpaksa opname di RS Panembahan Senopati Bantul karena radang paru-paru. Dokternya sih ga langsung ngomong nama penyakitnya, biasakan dokter biasa menutup2i apa sebenernya penyakit pasien mungkin kasihan atau takut pasiennya ga terima. Seperti saya, walaupun sudah jelas penyekitnya itu, tapi setiap ditanya orang saya jawabnya cuma batuk dan dahaknya ga keluar. Mencoba mengingkari kenyataan bahwa anak saya tidak sakit berat dan cuma "batuk".
Nah, dah siap menyimak kawan-kawan, begini ceritanya:
Kali ini saya mau bercerita tentang anak kedua saya yang terpaksa opname di RS Panembahan Senopati Bantul karena radang paru-paru. Dokternya sih ga langsung ngomong nama penyakitnya, biasakan dokter biasa menutup2i apa sebenernya penyakit pasien mungkin kasihan atau takut pasiennya ga terima. Seperti saya, walaupun sudah jelas penyekitnya itu, tapi setiap ditanya orang saya jawabnya cuma batuk dan dahaknya ga keluar. Mencoba mengingkari kenyataan bahwa anak saya tidak sakit berat dan cuma "batuk".
Nah, dah siap menyimak kawan-kawan, begini ceritanya:
12 April 2014
Hari ini saya dan anak-anak sedang mudik tempat Uti di
Klaten, Nathan dan Saka masih sehat dan main seperti biasa, walopun sudah
seminggu ini mereka berdua kena pilek. Mungkin kecapaian karena seminggu yang
lalu ikut dharma wisata bareng temen kantor sampai malam.
Tapi malamnya Saka agak rewel dan badannya anget. Seperti
biasa saya cukup mengobati Saka dengan
parutan bawang merah yang dicampur ama minyak telon terus di”blonyoin” ke dada,
punggung , perut , belakang telingga dan telapak kaki. Sekitar setengah jam
kemudian suhu tubuhnya menurun dan mulai “angler” boboknya.
13 April 2014
Saka terlihat sudah
sehat dan ceria kembali. Karena itu hari minggu , saya dan keluarga besar
berangkat ke gereja. Karena minggu itu
hari raya palma, misa di gereja berjalan cukup lama. Kalau yang biasanya cuma
1,5 jam hari itu misa berjalan sekitar 3 jam dan cukup membuat dua anak lanang
bosen dan ga betah duduk lama – lama. Hari itu mendung dan pas pulangnya agak
gerimis, mungkin anak – anak kehujanan dikit waktu jalan ke parkiran mobil.
Sorenya badan Saka kembali anget, rewel dan batuk. Karena mobil bapaknya lagi rusak, saya dan
anak – anak pulang dianter sama om dan Utinya. Kami ga langsung pulang ke rumah , tapi masih
harus mampir di Jogja ke tempat notaris karena Bapaknya sudah terlanjur janjian
sama orang. Terpaksa kami menunggu di sana berjam-jam . Dan anak-anak terkena
angin malam. Karena perjalanan dari Klaten – Bantul lumayan jauh, kami sampai
di rumah sudah hampir tengah malam.
Sepulang om dan Utinya , Badan anak-anak yang sudah ga enak ditambah
kecapaian. Akhirnya keduanya demam tinggi.
Hampir semalaman saya ga tidur karena Saka minta gendong terus dan mau ditaruh kalo
mo nenen aja. Napasnya grok – grok dan itu yang membuat saya kuatir dan was-
was.
14 April 2014
Pagi – pagi saya dan suami langsung membawa dua anak lanang ke DSA (Dokter Spesialis
Anak) deket rumah , setelah di periksa
ternyata Saka perlu di uap (nebulizer) supaya napasnya agak lega dan
batuknya berkurang. Dokter menyarankan untuk opname saja, supaya lebih cepat
sembuh dan nebunya bisa teratur. Karena paling tidak Saka harus diuap tiap 8 jam sekali selama 3 hari.
“Oalah Gusti, kenapa harus si kecil, kasian masih bayi dan
harus mondok di rumah sakit”
Saya langsung membayangkan jarum dan infus yang bikin hati
nyeri. Saya aja yang segede ini ama jarum takut dan sakit banget waktu ditusuk,
apalagi anak kecil. Kalau saja hidup bisa berandai - andai, saya mau menggantikan posisi Saka, biarlah Saka yang merasakan sakit dan
anak saya tidak.
Karena si Mas juga demam, sekalian saja saya periksakan.
Ternyata suhu tubuhnya tinggi dan pileknya sudah harus diantibiotik karena
sudah seminggu lebih.
Sampai di rumah saya dan suami masih berpikir gimana
enaknya, suami repot dengan proyek barunya dan saya juga harus meninggalkan
kantor. Akhirnya suami memutuskan kalo
ke RS nya sore hari saja karena dia harus ke proyek sebentar. Ya saya manut
saja, gimana lagi.
Setelah suami berangkat , saya yang kebingungan. Setelah Saka bisa tidur giliran si Mas yang
saya pantau , ternyata badannya panas banget karena obat penurun panasnya belum
diminum , ditambah badannya lemas. Karena saya gendong si kecil otomatis saya
tidak bisa minumin obat si Mas , karena harus dipaksa minumnya. Saya rayu untuk
minum susu atau tehnya , dia bisa bangun tapi badannya gemeteran ,wah…saya panik.
Si kecil sudah enakan tapi Masnya malah lemes gini.
Kebetulan saya lagi ga pegang HP , karena ketinggalan tempat
Uti. Terpaksa saya meminjam HP tetangga , dan langsung nelpon suami meminta dia
pulang SEGERA. Dia agak marah karena baru setengah perjalanan malah disuruh
balik. Lha gimana lagi , saya takut si Mas suhu badannya meningkat dan
dehidrasi.
Setelah suami sampai rumah , langsung si Mas tak paksa minum
obat dan minum sebanyak – banyaknya. Syukurlah, beberapa saat setelah itu panas
tubuhnya berangsur turun. Kemudian saya ajak suami langsung ke RS aja, supaya
Saka lekas di tangani dokter.
Sesampai di RS, Saka harus menjalani serangkaian
pemeriksaan, dari suhu tubuh, cek darah,
dan rontgen dan terakhir dipasang infus.
Saya berusaha meminta dokter supaya tidak diinfus, dan meminta obat
oral. Jujur saya tidak tega melihat anak saya disuntik. Tapi kata dokter
obatnya lewat injeksi, jadi tetap harus diinfus. Ya sudahlah demi kesembuhan anak, tega ga tega dech. Sementara
itu Mas Nathan makan di kantin RS bersama Bapaknya. Melihat Nathan mau makan,
setidaknya mengurangi kekawatiran saya. Paling enggak yang satu sudah mendingan
keadaannya.
Setelah selesai diperiksa , saya harus wira-wiri ngurus
administrasi sendirian, si Bapak sibuk ama si Mas dan saya suruh pulang saja
biar Mas bisa istirahat. Ternyata lebih gampang mendapatkan kamar di hotel dari
pada di RS, saya harus menunggu lebih dari 3 jam untuk bisa menempati kamar yang diinginkan. Sementara
menunggu konfirmasi dari bangsal, saya mengendong Saka di ruang UGD, dan wira – wiri supaya dia bisa
tidur. Tentunya ga gampang gendong sambil megangin tiang infus , takut kalo
jarumnya lepas atau melukai tangan Saka.
Untunglah, Ibuku segera datang. Walaupun harus naik bis
berpanas-panasan, tapi kalo anaknya membutuhkan beliau selalu hadir untukku. Memang , kasih Ibu sepanjang
jalan. Dari dulu sejak lahirnya anak
pertama sampai ke dua, Ibuku selalu menyempatkan menemaniku saat anak-anakku
sakit. I love You Buk.
15 April 2014
Sekarang hari kedua Saka opname di RS. Pagi hari jam 6 Saka
sudah harus di suntik untuk memasukkan
obatnya. Disuntiknya mungkin ga sakit karena dimasukin lewat infuse. Tapi,
nangis jejeritan karena ngliat perawat. Setelah itu dia harus
diuap/nebulizer selama 15 menit ,
pertama – tama saya dibantuin perawatnya megangin masker dan saya harus
megangin Saka yang nangis sambil berontak. Lemes saya dengerin dia nangis
terus. Tapi kata perawatnya kalo nangis malah obatnya bisa masuk semua. Siang itu saya menunggu visit dokter spesialis anak yang tak
kunjung datang. Akhirnya yang ditunggu
datang juga ,Bu Anik nama dokter itu,
tapi dia membawa berita yang kurang menyenangkan. Ternyata Saka tidak cuma 3
hari di rawat secara intensif tapi dari hasil rontgen Saka terkena radang
paru-paru dan harus mendapatkan pengobatan selama 7 hari.
Sedihhhhh banget tapi
gimana lagi manut dokter wae. Saya
bertanya sama dokter penyebab Saka
terkena radang paru-paru, dan kata dokter itu terjadi karena seminggu
sebelumnya Saka terkena campak dan virusnya berevolusi yang menyebabkan radang paru-paru. Karena Saka terserang campak pada usia 8
bulan, padahal imunisasi campak baru diberikan pada usia 9 bulan, sehingga dia
belum mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. Saya jadi sadar, woooo
ternyata begitu pentingnya imunisasi.
16 April 2014
Setiap hari saka menjalani proses pengobatan yang sama. Pagi
jam 6 dia sudah harus diinjeksi untuk masukin obat, kemudian diuap. Hal itu
diulang setiap 8 jam sekali. Dan sebanyak itulah saya harus melihat Saka
“tersiksa”. Bukan itu saja, setiap jam 1
siang Saka harus menjalani terapi sinar dan pijat dada, supaya dahak didada bisa
terlepas dan lebih encer. Saka terhitung
anak yang aktif , maunya gerak terus padahal
tangannya diinfus. Walaupun saya sudah ekstra hati-hati , akhirnya jarum infuse
lepas pas malemnya, akibatnya dia harus disuntik lagi. Tangan yang diinfus
pertama di tangan kiri, hari kedua diganti
di kaki kiri, karena perawatnya ga bisa nemuin pembuluh vena di tangan
kanan Saka. Untungnya perawat segera
menemukan pembuluh darah yang bisa dimasukin infuse, jadi Saka nangis tidak
terlalu lama.
17 April 2014
Infus Saka lepas lagi , sebentar-sebentar saya memang selalu
mengecek infusnya. Perban di kakinya koq basah, ternyata jarumnya dah keluar,
so cairan infus ga masuk ke tubuh tapi malah kebuang. Takut terjadi hal-hal
yang kayak ditivi, malpraktik hingga tangan seorang anak diamputasi. Ngeri
kan….. Langsung, saya panggil perawat. Dan 2 orang perawat mencoba memasang
infuse, tapi sampai setengah jam berlalu ga ketemu-ketemu tu pembuluh darah ,
tiap dimasukin jarum malah pecah pembuluh darahnya, dan bekasnya jadi biru-biru
gitu. Dan Saka nangis-nangis ga karuan. Dan Saka harus menyaksikan tangan anak
saya ditusuk – tusuk dan membuat hati saya ikut tertusuk, mau marah ke perawat
ya gimana. Mereka beralasan pembuluh darah bayi terlalu kecil. Dan mereka
nyerah ga bisa masang infus ke anak saya.
“Nanti malam aja bu, biar anaknya tenang dulu” kata perawat
tersebut.
Saat malam tiba dan Saka harus mendapatkan injeksi yang
ketiga, padahal dia belum dipasangin infuse. Mau ga mau dia tetap harus
ditusuk-tusuk lagi.
Saya menjerit dalam hati “Oh Tuhan, semoga kali ini
perawatnya bisa”
Dan lagi-lagi, dari kedua kaki dan tangan belum juga
berhasil dipasang jarumnya, Saya menangis. Perawatnya juga merasa ga enak,
akhirnya perawat itu meminta tolong ke perawat khusus bangsal anak. Syukurlah ,
akhirnya bisa juga dipasang jarum di tangan Saka, tapi kali ini ga pake infus,
biar geraknya lebih leluasa. Kata dokter tidak perlu diinfus, asal Saka
mendapat asupan makan dan minum yang banyak.Yang penting jarum masih terpasang untuk memasukkan obatnya.
18 April 2014
“Oh Tuhan, kenapa ini terjadi lagi. Scalp Saka lepas lagi,
masak dia harus ditusuk lagi. Kemaren sudah 7 perawat yang “mengoperasi” dia.
Saya ga tega..” Saya berusaha protes ke Tuhan.
Perawat tetap berusaha
memasang jarum, dan tidak berhasil. Dan perawat dari bangsal anak
didatangkan lagi, tapi tetap tidak berhasil. Bekas jarum sudah terlalu banyak,
di kaki dan tangan. Saya meminta perawat supaya obatnya diganti oral saja. Saya
sudah ga tangan melihat Saka nangis terus. Sebenarnya perawat enggan menelpon
dokter yang menangani anak saya karena “galak”. Tapi untungnya dokter luluh
juga , dia meresepkan obat untuk diminum, jadi ga perlu dipasang scalp lagi.
19 April 2014
Tinggal seminggu di RS membuat saya bosan, ketemu itu – itu
lagi ,lihat itu-itu lagi, tapi ada sesuatu yang
menggugah hati saya. Di
dekat bangsal paviliun yang saya
tempati, adalah ruang terapi, ada fisioterapi , terapi wicara dan terapi
okupasi. Terapi yang Saka jalani adalah fisioterapi, selama 10 menit disinar
dengan sinar infra merah dibagian punggung. Dan 10 menit selanjutnya dibagian
dada, setelah itu dipijat oleh ahli
fisioterapi.
Kebetulan hari itu Sabtu, yang antre di ruang terapi cukup
banyak, ada ibu – ibu yang tidak bisa jalan karena jatuh, ada yang terapi jalan
karena kecelakaan, dan yang menarik perhatian saya adalah banyak anak –
anak yang berkebutuhan khusus. Melihat mereka saya merasa amat bersyukur dan
berterimakasih sama Tuhan. Dikaruniai 2
anak yang lucu dan normal. Saya merasa sakit yang diderita Saka bukanlah
apa-apa jika dibanding mereka. Walaupun ruang terapi belum dibuka, mereka sudah
mengantre dari pagi, takut antriannya
banyak. Ada seorang Ibu – ibu yang
sedang sarapan dari nasi bungkus yang dia bawa, sedang suami disampingnya
mengendong anak mereka. Kemudian saya
ngobrol dengan mereka, anak mereka Noval berusia 3 tahun dan sebaya dengan
anak saya yang besar, tapi dia tidak tumbuh
dengan normal. Dia belum bisa berjalan, badannya kurus dan lemas, dia juga
kurang bisa berkomunikasi , hanya matanya yang besar melihat kesana
kemari. Langsung saya menangis. Jujur,
saya paling ga kuat melihat hal seperti itu. Rumah mereka jauh dari RS ,si
bapak yang kerjanya serabutan juga harus
melewatkan hari itu tanpa bekerja demi menemani si anak menjalani terapi. Noval
terlahir premature, dan sejak bayi pertumbuhannnya terlambat.
“Oh Tuhan, betapa saya tidak bersyukur, saat saya sering mengeluh untuk hal-hal yang
kecil. Saat saya lebih memberatkan
pekerjaan di kantor dari pada
anak saya. “
Kenapa hidup tidak adil?Mereka tidak mampu, tapi mendapat
cobaan seberat itu. Banyak pertanyaan dalam hati saya, dan saya tidak bisa
menjawabnya. Saya hanya bisa berdoa semoga mereka diberi ketabahan dan
kemudahan.
Adalagi seorang ibu tua yang walaupun kurus dan renta tapi
masih gesit mengejar anak laki-lakinya
yang berlari-larian ke sana kemari. Anak itu berusia 15 tahun, tubuhnya normal
tapi dia tidak bisa berbicara dan lambat daya pikirnya. Saya berbincang dengn
Ibu itu , rumahnya jauh di Imogiri , daerah pelosok di timur Bantul. Setiap 2 kali seminggu dia
mengantar anaknya terapi dengan naik bis , dan kalo kesorean mereka harus
berjalan kaki berkilo – kilo meter.
“Oh Tuhan, saya yang bisa naik motor atau mobil, kenapa
kadang-kadang masih terkalahkan oleh rasa malas untuk berangkat ke rumahMu:”
Dari bayi sampai usia 10 tahun anaknya sering menderita
demam tinggi. Dan itu yang menyebabkan anaknya tidak bisa berbicara. Dan dia
baru tahu tentang terapi ini baru 2 tahun, mungkin kalau terapi dilakukan sejak
kecil, dia sudah bisa berbicara. Pernah suatu hari, si anak panas tinggi, dia
dan suami langsung ke puskesmas, padahal
hujan deras dan mereka berjalan kaki, ya berjalan kaki. Dia mengendong
si anak dan suaminya memayungi mereka.
Jlep…………hati saya seperti tertusuk duri, ternyata cerita
seperti itu tak hanya ada di tipi – tipi,
banyak orang kurang mampu disekitar saya. Dan mereka tak pernah
menyerah dengan keadaan, mereka tak malu
dengan kondisi anak mereka. Mereka berusaha sekuat tenaga demi kesembuhan anak mereka.
Jika mereka bisa , kenapa saya tidak?
20 April 2014
Akhirnya saat yang ditunggu tiba, kata dokter setelah hari
ke7 Saka boleh pulang dan proses pengobatannya selesai. Tapi seperti biasanya
untuk bisa pulang tetep harus menunggu rekomendasi dokter yang merawatnya, terpaksa
menunggu visit dokter, rasanya lama banget menunggu jam 2.
Tepat pukul dua dokter Anik datang dan melihat hasil rontgen yang dilakukan tadi
pagi, hasilnya sudah bagus. Paru-paru Saka sudah bersih, tapi untuk lebih yakin
akan dicek darahnya terlebih dulu, dilihat hasil leukositnya masih tinggi ndak.
Yahhhh, disuntik lagi, saya lemes lagi, capek menyaksikan
Saka nangis lagi. Karena pengalaman yang sudah-sudah, yang akan mengambil darah
Saka orang dari laborat aja, kata mbak
perawat, orang laborat lebih pinter . say amah manut aja, dan setengah jam
kemudian datang mbak-mbak dari laborat, dan benar saja hanya sekali suntik
darah Saka bisa diambil, saya bernafas lega.
Boleh pulang atau tidaknya Saka hari itu tergantung dari
hasil lab, dan akhirnya hasilnya bagus, leukosit di tubuh Saka sudah turun dan
dalam jumlah yang normal. Horeeee boleh pulang……..Dan waktunya menyelesaikan
administrasi. Karena saya sendirian di
RS itu, saya terpaksa wirawiri sendirian ke bagian admin sambil gendong
Saka. Suami tadi pagi sudah menyiapkan
uang sebesar 5 juta, karena kemaren saya sudah menanyakan jumlah rekening
berjalan memang sekitar segitu, perkiraan saya mungkin dipotong ASKES
sepertiganya, kamar yang saya tempati tidak sesuai kelas golongan saya yang
seharusnya kelas II saya ngambil kamar kelas VIP. Tapi alangkah terkejutnya
saya, dari total biaya 4 juta Sembilan ratus ribu, saya cuma diharuskan
membayar tigaratus ribu. Puji Tuhan Engkau memang baik.
Saya jadi ingat kata dokter sebelum merujuk ke rumah sakit,
kata beliau daripada rawat jalan dan wira-wiri mending opname karena setelah
ASKES menjadi BPJS biaya RS lebih murah.
Finally, waktunya menelpon suami untuk menjemput, dan
bahagianya saya melihat Saka terbebas dari
jarum infuse dan tentunya sudah sehat kembali.
Dari kejadian yang saya alami, ada beberapa pelajaran yang bisa saya ambil :
- Imunisasi sangat penting, dengan imunisasi tubuh anak lebih kebal terhadap suatu penyakit dantidak mudah tertular penyakit serta menghindari komplikasi akibat virus yang masuk.
- Segera bawa anak ke dokter jika demam lebih 3 hari, badannya lemas, ataupun batuk yang disertai sesak napas.
- Sepintar apapun kita percayalah dokter akan memberikan yang terbaik dan tindakan yang tepat bagi anak kita.
- Lebih menjaga kesehatan anak dan jika tidak terpaksa tidak membuat anak terlalu capek, karena saat daya tahan tubuh menurun dia gampang terserang penyakit.
- Lebih bersyukur, banyak orang tidak seberuntung kita.
Komentar
Posting Komentar
Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)