Saat Semesta Bermisteri

Saat duduk sendirian, terkadang saya merenung. Pikiran menerawang, menengok ke masa lalu. Tepatnya saat saya masih  SD sampai SMA , saya kembali mengingat kawan-kawan lama saya. Terlebih kawan yang akhir-akhir ini bertemu dengan saya, baik secara sengaja atau tidak.

Ada seorang teman SD yang ternyata menjadi suami tetangga saya. Dia termasuk anak orang kaya , orang tuanya pengusaha dan hidupnya selalu berkecukupan , berlebih malah. Walaupun secara akademis dia tidak terlalu pintar. Dulu, saya sering merasa kepengen seperti dia , ke sekolah pakai tas bagus , sepatu bagus , diantar pake mobil, pokoknya serba enak. Perasaan iri sering kali muncul. 

Saya tumbuh di keluarga yang sederhana, Bapak saya hanya karyawan biasa di sebuah biro bangunan. Beruntung Ibu saya mempunyai toko dan warisan yang cukup banyak. Tapi lama kelamaan abis juga untuk membantu perekonomian keluarga.

Bapak saya mendidik kami dengan disiplin walaupun tidak otorier. Tidak ada dalam kamus keluarga saya dan ketiga adek saya dibelikan mainan cuma-cuma. Kami dibiasakan menabung, setelah cukup uangnya, kami meminta ke Bapak untuk dibelikan dan Bapak yang nomboki kekurangannya. Dulu saya merasa Bapak saya sangat jahat dan pelit, ga sama dengan Bapak-bapak dari teman-teman saya.

Kembali ke teman SD saya, sebut saja Nunung* sekarang dia tinggal di depan rumah Ibu saya, tetangga saya juga anak orang kaya, rumahnya gede, gedongan, tapi kedua orang tua sudah meninggal dan dia juga tidak punya ketrampilan khusus. Saat ini Nunung berjualan bubur di depan rumah suaminya, itupun tidak terlalu laris, kadang saya berpikir, dia yang dulu anak manja, semua serba tercukupi, sekarang harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Apalagi dia mempunyai tiga anak yang masih kecil. Saya berkaca, betapa beruntungnya saya. 

Beberapa waktu yang lalu saya reuni dengan teman SMA, senang rasanya bisa berkumpul dengan kawan lama, bernostalgia dengan masa-masa bahagia anak SMA dulu. Merasakan kembali kekonyolan di masa lalu yang membuat kami terbahak-bahak. Tapi, rasanya ada yang kurang, ada seorang teman yang tidak hadir. Keberadaan dia dimanapun masih samar. Hanya berita abu-abu yang kami ketahui. Kami bertukar info, dan ternyata dia sudah meried dan  punya anak tinggal di Ibukota. 

Teman saya itu bernama Gadis, dia seorang gadis yang imut, berambut ikal yang selalu dia kucir beraneka mode. Seorang pribadi yang hangat dan baik hati dan tentunya menjadi incaran cowok-cowok di SMA saya, bahkan diluar sekolakan. Dia dari keluarga berada dan sangat disayang oleh budenya, dan selalu mendapat kiriman uang dari Beliau. Selepas SMA dia melanjutkan kuliah di sebuah kota dan tinggal dengan budenya. Kemana-kemana dia selalu diantar pake mobil, karena dia ga bisa bawa motor.  Setelah lama ga terdengar beritanya, akhirnya kami teman seganknya tahu, kalo dia sudah menikah dan bahkan sudah punya anak, mendahului kami yang masih sibuk kerja dan berjomblo ria. Siapa suaminya?Penjaga warnet di dekat rumah budenya. Setuelah menikah, terpaksa dia tinggal bersama suaminya, karena pernikahan mereka tidak direstui keluarganya. Jujur saya sedih dan prihatin, saya tidak bisa membayangkali dia hidup susah di kota yang kejam tanpa keluarga besar mendukungnya. Masih lekat dalam ingatan saya, dulu saat kami jalan-jalan bareng di Malioboro, dia sama sekali ga mau minum es teh atau es apapun yang dijual di pinggir jalan, harus minum minuman yang dijual di resto, *FC misalnya. Kebayangkan, saatt yang lain keburu haus, tapi mesti nganter dia ke resto yang jalan lumayan jauh. Kalo saya dah tinggal beli es teh di angkringan atau warung bakso pinggir jalan, selesai. Tapi bagi dia tidak, dia takut itu tidak higienis dan takut sakit perut. Haaalaaaahhhhh..........Kalo kejadian itu di masa sekarang, pasti saya sudah teriak, OMG helloooowww,,,,,lebay maximal, hihihihi..

Saya tidak ingin membandingkan kehidupan saya sekarang dengan kehidupan kawan-kawan saya. Sama sekali tidak. Saya hanya mempelajari, menilai dan menarik kesimpulan. Hidup memang tidak pernah sama, materi tidak pernah abadi. Apa yang kita dapatkan sekarang belum tentu kita miliki di masa mendatang. Jangan pernah sombong dengan apa yang kita miliki sekarang. Apa yang terjadi esok hari kita tidak akan pernah tahu, apalagi masa depan kita. Yang bisa kita lakukan adalah menjalani hari ini sebaik-baiknya. Apa yang akan terjadi esok hari biarlah Tuhan yang menentukan.

Kita hanya lakon dari sebuah cerita, menjalani skenario hidup yang kita tak pernah tahu endingnya seperti apa. Seperti kata Andrea Hirata dalam novel Sang Pemimpi "berbuat yang terbaik pada titik di mana aku berdiri, itulah sesungguhnya sikap yang realistis"
"Dan saat semesta bermisteri, kita tidak akan pernah takut "

Komentar