Anak Anda Punya Kecerdasan Kinestetis? Dukung Dia Menjadi Pahlawan Olahraga



Beberapa waktu yang lalu dunia maya dan dunia nyata kompak menyoroti pesta olah raga se Asia Tenggara yaitu SEA GAMES yang diselenggarakan di negara tetangga ((katanya tetangga tapi tetangga kok gitu)). Sudahlah tak perlu membahas kelakuan tetangga, mari membenahi intern rumah tangga saja. 

Banyak orang berlomba-lomba menjadi komentator, berasa ahli olahraga dan menjadi pengamat profesional. Para komentator semakin bersuara nyaring ketika penutupan SEA GAMES dan Indonesia berada di peringkat kelima. 38 emas, 63 perak, dan 90 perunggu yang diraih para pahlawan olahraga kita dinilai sebagai prestasi yang buruk. 

Perolehan medali terbanyak diraih oleh tuan rumah Malaysia, disusul Thailand, Vietnam, Singapura baru kemudian Indonesia diurutan kelima. Sedih. Iya, turut berduka juga atas "kegagalan" yang diraih kontingen Merah Putih, tapi bagaimanapun juga mereka sudah berusaha sekuat tenaga, hingga keringat penghabisan. Sedang kita? Duduk manis, sambil keplok-keplok doang.

Kenapa Indonesia Gagal menjadi Juara Umum di SEA GAMES?

Jawaban paling mudah tentu karena Indonesia bukan tuan rumah. 'Kan pemenang biasanya si tuan  rumah. Betul nggak? 

Mau jawaban lebih absurd. Jawabannya tentu sangat kompleks. Dari persoaal pembinaan, fasilitas alat ataupun sarana prasarana olahraga. Perhatian dari pemerintah khususon terhadap bidang olahraga, suntikan dana untuk kesejahteraan atlet dan bla bla bla.

Faktor X lain yang juga sangat menunjang menurunnya perolehan  medali bisa jadi karena KKN. Yups, penyakit menular dan sangat mudah menjangkiti jiwa manusia ini berpengaruh juga terhadap kesehatan olahraga dan kompetisi-kompetisi yang diadakan.

Praktik suap, korupsi, jual beli skor pertandingan begitu marak, jika  negeri kita belum bersih dari praktik suap, korupsi, maka menjadi juara umum di pesta olahraga dunia hanyalah wacana.

Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan agar Indonesia Berprestasi di Bidang Olahraga?

Menjadi menteri olahragakah? Nggak usah muluk-muluk gaes, selama bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar saja belum mampu. Rasah nggayuh rembulan

Mari dimulai dari diri sendiri. Jika kamu anak muda, cukup sesekali lihat kompetisi olah raga, jangan lupa bayar tiket masuk, jangan membobol. Nggak perlu lihat pertandingan bola setiap hari, saat tim bola daerah kamu bertanding apalagi di kandang sendiri wajib hukumnya nonton. Bawa pacar boleh kok #eh.

Dukung mereka dengan menyaksikan dan menjadi supporter yang hebat tanpa bikin ricuh. Kalau nggak suka bola, kamu bisa memilih  olahraga yang kamu gemari. Jika kamu nggak suka olahraga sama sekali, bisa ikut meramaikan linimasa dengan sentimen dan support positif tentunya.

Nah, bagi orang tua atau mamak-mamak macam saya terus ngapain? Ikutan lihat bolah? Boleh banget kok mams. Tapi tugas kita sebagai orang tua mendidik dan mengasuh anak bisa turut berkontribusi dalam olahgara juga lho. 

Sudah tahu tho jika olah raga perlu pembinaan jangka panjang dari pemilihan memilih potensi terbaik, program pelatihan/pembinaan hingga  kompetisi.  Sedari kecil kita bisa memupuk kecintaan terhadap olahraga pada anak, amati tipe kecerdasan anak kita. Apakah kinestetik/jasmani atau bukan.

FYI,  menurut teori kecerdasan menunjukkan bahwa manusia dilahirkan dengan delapan kecerdasan ( linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistic). Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak belajar dengan baik ketika mereka diberi kesempatan belajar yang menggabungkan semua kecerdasan ganda.

Ciri-ciri anak dengan tipe kecerdasan Kinestetik:

1. Selalu bergerak, tidak bisa diam.

Bisa diamati ketika masih balita. Anak sering aktif bergerak meskipun pergi ke taman bukanlah hal yang pertama dilakukannya. Tapi berbeda dengan anak yang hiperaktif.

2. Merasa gelisah ketika harus duduk lama.

Anak akan merasa sedih dan tak nyaman ketika duduk lama. Bahkan saat duduk-duduk, dia akan berusaha menggerakkan anggota badannnya meski tidak secara terang-terangan.

3. Mengekspresikan diri dengan gerakan tubuh.

Merupakan salah satu cara untuk menemukan individualitas atau keunikan anak. Salah satu caranya adlah dengan menggerakkan anggota tubuhnya.

4. Mempunyai ketrampilan motorik yang baik.

Merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan gerak seorang anak. Ketrampilan ini sangat dipengaruhi oleh kematangan saraf dan otot anak.

5. Suka membongkar mainan atau benda lain.

Mainan tak hanya dimainkan saja, tapi seringkali malah dibongkar kemudian dipasangnya kembali.

6. Menunjukkan berbagai reaksi fisik ketika sedang belajar.

Ketika belajar, tanpa sadar anak akan menggerakkan anggota tubuhnya secara spontan.

7. Senang berolahraga.

Cenderung suka dengan olahraga. Mereka mahir dan lebih baik dalam berolahraga jika dibandingkan dengan anak lain.

8. Pintar meniru gerakan atau perilaku orang lain.

Anak akan lebih mudah mengolah serta mengoordinasi gerakan tubuhnya, juga peka sekali dengan gerakan atau perilaku orang lain.

9. Suka menyentuh benda-benda yang baru ditemuinya.

Ketika belajar, akan terasa lebih mudah kalau ada obyek langsung yang bisa diamati untuk dieksplorasi.

10. Sangat senang bermain dengan tanah liat atau plastisin.


Menjadi kebahagiaan bagi si kecil jika bakat dan minat mereka terhadap olahraga disupport oleh orangtua.  Sayangnya, kelebihan anak kinestetik ini sering kali dibenamkan oleh orang tuanya. Banyak kalangan, termasuk orang tua menganggap, kecerdasan fisik urutan nomor sekian dibandingkan prestasi sekolah. Masih banyak anggapan jika mahr di bidang olahraga atau seni tidak menjamin kehidupan yang layak. Makanya, banyak orang tua lebih bangga anaknya sukses di bidang sains dan bahasa dibandingkan bidang olahraga atau seni. Akibatnya anak-anak yang memiliki kecerdasan fisik merasa kurang dihargai.

Nah lho, kalau mams n paps masih membatasi atau tidak mendukung bakat anak di bidang olahraga, bagaimana Indonesia punya bibit unggul yang kelak menggantikan Susi Susanti srikandinya bulu tangkis Indonesia, Ade Ray atlet binaragawan unggulan, Richard Sambera peraih medali emas SEA GAMES cabang olahraga renang, Lisa Rumbewas peraih perak di cabor angkat besi dan masih banyak atlet olahraga lainnya.

Berani mendukung keinginan anak les olahraga dan tidak memaksakan mereka les matematika atau mengiklaskan mereka fokus di dunia olahraga dan membuyarkan impian anda punya anak seorang dokter atau akuntan?

Jika jawabannya tidak dan beranggapan  menjadi atlet masa depannya nggak jelas, terus sopo sing bakal main neng SEA GAMES 10 tahun ke depan?


Saya sendiri sedang mengamati kecerdasan dan bakat kedua anak lanang. Si mas cenderung memiliki kecerdasan musikal. Saya mendukung donk. Bahkan saya kepengen sesudah SMP nanti dia melanjutkan ke SMF di Bantul. Sekolah menengah musik yang kualitasnya sudah tidak diragukan lagi.




Jadi, apapun minat dan bakat anak, yuk dukung dan jangan underestimated terhadap kecerdasan non sains.

Komentar

  1. aku kayaknya kurang deh soal kinestesis, kalau olahraga kO hahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama jeng, aku juga nggak bakat di olahraga sama sekali. Salut sama atlet yang sepertinya energi mereka nggak habis-habis.

      Hapus
  2. Sebagai orang tua, kita harus peka terhadap kemampuan anak, agar dapat mengarahkan dan mengasah bakatnya yang dimiliki.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups, bener banget mas Adi semoga kita bisa jadi orang tua yang peka ya.

      Hapus

Posting Komentar

Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)