Menginap 7 Hari di Panembahan Senopati

Jiahhh,,akhirnya tulisan yang didraft beberapa bulan lalu keposting juga. Kenapa? karena saya ngedraftnya di komputer rumah, dan si PC masih ketinggalan di rumah Bantul, dan baru beberapa hari yang lalu dibawa ke Kalasan.

Kali ini saya mau bercerita tentang anak kedua saya yang terpaksa opname di RS Panembahan Senopati Bantul karena radang paru-paru. Dokternya sih ga langsung ngomong nama penyakitnya, biasakan dokter biasa menutup2i apa sebenernya penyakit pasien mungkin kasihan atau takut pasiennya ga terima. Seperti saya, walaupun sudah jelas penyekitnya itu, tapi setiap ditanya orang saya jawabnya cuma batuk dan dahaknya ga keluar. Mencoba mengingkari kenyataan bahwa anak saya tidak sakit berat dan cuma "batuk".

Nah, dah siap menyimak kawan-kawan, begini ceritanya:


12 April 2014
Hari ini saya dan anak-anak sedang mudik tempat Uti di Klaten, Nathan dan Saka masih sehat dan main seperti biasa, walopun sudah seminggu ini mereka berdua kena pilek. Mungkin kecapaian karena seminggu yang lalu ikut dharma wisata bareng temen kantor sampai malam.

Tapi malamnya Saka agak rewel dan badannya anget. Seperti biasa  saya cukup mengobati Saka dengan parutan bawang merah yang dicampur ama minyak telon terus di”blonyoin” ke dada, punggung , perut , belakang telingga dan telapak kaki. Sekitar setengah jam kemudian suhu tubuhnya menurun dan mulai “angler” boboknya.

13 April 2014
Saka  terlihat sudah sehat dan ceria kembali. Karena itu hari minggu , saya dan keluarga besar berangkat ke gereja.  Karena minggu itu hari raya palma, misa di gereja berjalan cukup lama. Kalau yang biasanya cuma 1,5 jam hari itu misa berjalan sekitar 3 jam dan cukup membuat dua anak lanang bosen dan ga betah duduk lama – lama. Hari itu mendung dan pas pulangnya agak gerimis, mungkin anak – anak kehujanan dikit waktu jalan ke parkiran mobil.

Sorenya badan Saka kembali anget, rewel dan batuk.  Karena mobil bapaknya lagi rusak, saya dan anak – anak pulang dianter sama om dan Utinya.  Kami ga langsung pulang ke rumah , tapi masih harus mampir di Jogja ke tempat notaris karena Bapaknya sudah terlanjur janjian sama orang. Terpaksa kami menunggu di sana berjam-jam . Dan anak-anak terkena angin malam. Karena perjalanan dari Klaten – Bantul lumayan jauh, kami sampai di rumah sudah hampir tengah malam.  Sepulang om dan Utinya , Badan anak-anak yang sudah ga enak ditambah kecapaian. Akhirnya keduanya demam tinggi.

Hampir semalaman saya ga tidur karena  Saka minta gendong terus dan mau ditaruh kalo mo nenen aja. Napasnya grok – grok dan itu yang membuat saya kuatir dan was- was.

14 April 2014
Pagi – pagi saya dan suami langsung membawa  dua anak lanang ke DSA (Dokter Spesialis Anak) deket rumah , setelah di periksa  ternyata Saka perlu di uap (nebulizer) supaya napasnya agak lega dan batuknya berkurang. Dokter menyarankan untuk opname saja, supaya lebih cepat sembuh dan nebunya bisa teratur. Karena paling tidak Saka harus diuap tiap 8 jam sekali selama 3 hari.

“Oalah Gusti, kenapa harus si kecil, kasian masih bayi dan harus mondok di rumah sakit”

Saya langsung membayangkan jarum dan infus yang bikin hati nyeri.  Saya aja yang segede ini  ama jarum takut dan sakit banget waktu ditusuk, apalagi anak kecil. Kalau saja hidup bisa berandai - andai,  saya mau menggantikan posisi  Saka, biarlah Saka yang merasakan sakit dan anak saya tidak.

Karena si Mas juga demam, sekalian saja saya periksakan. Ternyata suhu tubuhnya tinggi dan pileknya sudah harus diantibiotik karena sudah seminggu lebih.

Sampai di rumah saya dan suami masih berpikir gimana enaknya, suami repot dengan proyek barunya dan saya juga harus meninggalkan kantor.  Akhirnya suami memutuskan kalo ke RS nya sore hari saja karena dia harus ke proyek sebentar. Ya saya manut saja, gimana lagi.

Setelah suami berangkat , saya yang kebingungan.  Setelah Saka bisa tidur giliran si Mas yang saya pantau , ternyata badannya panas banget karena obat penurun panasnya belum diminum , ditambah badannya lemas. Karena saya gendong si kecil otomatis saya tidak bisa minumin obat si Mas , karena harus dipaksa minumnya. Saya rayu untuk minum susu atau tehnya , dia bisa bangun tapi badannya gemeteran ,wah…saya panik. Si kecil sudah enakan tapi Masnya malah lemes gini.

Kebetulan saya lagi ga pegang HP , karena ketinggalan tempat Uti. Terpaksa saya meminjam HP tetangga , dan langsung nelpon suami meminta dia pulang SEGERA. Dia agak marah karena baru setengah perjalanan malah disuruh balik. Lha gimana lagi , saya takut si Mas suhu badannya meningkat dan dehidrasi.

Setelah suami sampai rumah , langsung si Mas tak paksa minum obat dan minum sebanyak – banyaknya. Syukurlah, beberapa saat setelah itu panas tubuhnya berangsur turun. Kemudian saya ajak suami langsung ke RS aja, supaya Saka lekas di tangani dokter.

Sesampai di RS, Saka harus menjalani serangkaian pemeriksaan, dari suhu tubuh, cek darah,  dan rontgen dan terakhir dipasang infus.  Saya berusaha meminta dokter supaya tidak diinfus, dan meminta obat oral. Jujur saya tidak tega melihat anak saya disuntik. Tapi kata dokter obatnya lewat injeksi, jadi tetap harus diinfus. Ya sudahlah demi  kesembuhan anak, tega ga tega dech. Sementara itu Mas Nathan makan di kantin RS bersama Bapaknya. Melihat Nathan mau makan, setidaknya mengurangi kekawatiran saya. Paling enggak yang satu sudah mendingan keadaannya.

Setelah selesai diperiksa , saya harus wira-wiri ngurus administrasi sendirian, si Bapak sibuk ama si Mas dan saya suruh pulang saja biar Mas bisa istirahat. Ternyata lebih gampang mendapatkan kamar di hotel dari pada di RS, saya harus menunggu lebih dari 3 jam  untuk bisa menempati kamar yang diinginkan. Sementara menunggu konfirmasi dari bangsal, saya mengendong Saka di  ruang UGD, dan wira – wiri supaya dia bisa tidur. Tentunya ga gampang gendong sambil megangin tiang infus , takut kalo jarumnya lepas atau melukai tangan Saka.

Untunglah, Ibuku segera datang. Walaupun harus naik bis berpanas-panasan, tapi kalo anaknya membutuhkan beliau selalu hadir  untukku. Memang , kasih Ibu sepanjang jalan.  Dari dulu sejak lahirnya anak pertama sampai ke dua, Ibuku selalu menyempatkan menemaniku saat anak-anakku sakit. I love You Buk.

15 April 2014
Sekarang hari kedua Saka opname di RS. Pagi hari jam 6 Saka sudah harus di suntik  untuk memasukkan obatnya. Disuntiknya mungkin ga sakit karena dimasukin lewat infuse. Tapi, nangis jejeritan karena ngliat perawat. Setelah itu dia harus diuap/nebulizer  selama 15 menit , pertama – tama saya dibantuin perawatnya megangin masker dan saya harus megangin Saka yang nangis sambil berontak. Lemes saya dengerin dia nangis terus. Tapi kata perawatnya kalo nangis malah obatnya bisa masuk semua.  Siang itu saya  menunggu visit dokter spesialis anak yang tak kunjung datang.  Akhirnya yang ditunggu datang juga ,Bu Aninama dokter itu, tapi dia membawa berita yang kurang menyenangkan. Ternyata Saka tidak cuma 3 hari di rawat secara intensif tapi dari hasil rontgen Saka terkena radang paru-paru dan harus mendapatkan pengobatan selama 7 hari. 

Sedihhhhh banget tapi gimana lagi manut dokter wae.  Saya bertanya sama dokter  penyebab Saka terkena radang paru-paru, dan kata dokter itu terjadi karena seminggu sebelumnya Saka terkena campak dan virusnya berevolusi  yang menyebabkan radang paru-paru.  Karena Saka terserang campak pada usia 8 bulan, padahal imunisasi campak baru diberikan pada usia 9 bulan, sehingga dia belum mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. Saya jadi sadar, woooo ternyata begitu pentingnya  imunisasi.

16 April 2014
Setiap hari saka menjalani proses pengobatan yang sama. Pagi jam 6 dia sudah harus diinjeksi untuk masukin obat, kemudian diuap. Hal itu diulang setiap 8 jam sekali. Dan sebanyak itulah saya harus melihat Saka “tersiksa”.  Bukan itu saja, setiap jam 1 siang Saka harus menjalani terapi sinar dan pijat dada, supaya dahak didada bisa terlepas dan lebih encer.  Saka terhitung anak yang aktif , maunya  gerak terus padahal tangannya diinfus. Walaupun saya sudah ekstra hati-hati , akhirnya jarum infuse lepas pas malemnya, akibatnya dia harus disuntik lagi. Tangan yang diinfus pertama di tangan kiri, hari kedua diganti  di kaki kiri, karena perawatnya ga bisa nemuin pembuluh vena di tangan kanan Saka. Untungnya  perawat segera menemukan pembuluh darah yang bisa dimasukin infuse, jadi Saka nangis tidak terlalu lama.

17 April 2014
Infus Saka lepas lagi , sebentar-sebentar saya memang selalu mengecek infusnya. Perban di kakinya koq basah, ternyata jarumnya dah keluar, so cairan infus ga masuk ke tubuh tapi malah kebuang. Takut terjadi hal-hal yang kayak ditivi, malpraktik hingga tangan seorang anak diamputasi. Ngeri kan….. Langsung, saya panggil perawat. Dan 2 orang perawat mencoba memasang infuse, tapi sampai setengah jam berlalu ga ketemu-ketemu tu pembuluh darah , tiap dimasukin jarum malah pecah pembuluh darahnya, dan bekasnya jadi biru-biru gitu. Dan Saka nangis-nangis ga karuan. Dan Saka harus menyaksikan tangan anak saya ditusuk – tusuk dan membuat hati saya ikut tertusuk, mau marah ke perawat ya gimana. Mereka beralasan pembuluh darah bayi terlalu kecil. Dan mereka nyerah ga bisa masang infus ke anak saya.
“Nanti malam aja bu, biar anaknya tenang dulu” kata perawat tersebut.

Saat malam tiba dan Saka harus mendapatkan injeksi yang ketiga, padahal dia belum dipasangin  infuse. Mau ga mau dia tetap harus ditusuk-tusuk lagi.
Saya menjerit dalam hati “Oh Tuhan, semoga kali ini perawatnya bisa”
Dan lagi-lagi, dari kedua kaki dan tangan belum juga berhasil dipasang jarumnya, Saya menangis. Perawatnya juga merasa ga enak, akhirnya perawat itu meminta tolong ke perawat khusus bangsal anak. Syukurlah , akhirnya bisa juga dipasang jarum di tangan Saka, tapi kali ini ga pake infus, biar geraknya lebih leluasa. Kata dokter tidak perlu diinfus, asal Saka mendapat asupan makan dan minum yang banyak.Yang penting jarum masih terpasang untuk memasukkan obatnya.

18 April 2014
“Oh Tuhan, kenapa ini terjadi lagi. Scalp Saka lepas lagi, masak dia harus ditusuk lagi. Kemaren sudah 7 perawat yang “mengoperasi” dia. Saya ga tega..” Saya berusaha protes ke Tuhan.
Perawat tetap berusaha  memasang jarum, dan tidak berhasil. Dan perawat dari bangsal anak didatangkan lagi, tapi tetap tidak berhasil. Bekas jarum sudah terlalu banyak, di kaki dan tangan. Saya meminta perawat supaya obatnya diganti oral saja. Saya sudah ga tangan melihat Saka nangis terus. Sebenarnya perawat enggan menelpon dokter yang menangani anak saya karena “galak”. Tapi untungnya dokter luluh juga , dia meresepkan obat untuk diminum, jadi ga perlu dipasang scalp lagi.

19 April 2014
Tinggal seminggu di RS membuat saya bosan, ketemu itu – itu lagi ,lihat itu-itu lagi, tapi ada sesuatu yang  menggugah hati saya.  Di dekat  bangsal paviliun yang saya tempati, adalah ruang terapi, ada fisioterapi , terapi wicara dan terapi okupasi. Terapi yang Saka jalani adalah fisioterapi, selama 10 menit disinar dengan sinar infra merah dibagian punggung. Dan 10 menit selanjutnya dibagian dada, setelah itu dipijat  oleh ahli fisioterapi.

Kebetulan hari itu Sabtu, yang antre di ruang terapi cukup banyak, ada ibu – ibu yang tidak bisa jalan karena jatuh, ada yang terapi jalan karena kecelakaan, dan yang menarik perhatian saya adalah banyak anak – anak  yang berkebutuhan khusus.  Melihat mereka saya merasa amat bersyukur dan berterimakasih sama Tuhan.  Dikaruniai 2 anak yang lucu dan normal. Saya merasa sakit yang diderita Saka bukanlah apa-apa jika dibanding mereka. Walaupun ruang terapi belum dibuka, mereka sudah mengantre dari pagi, takut  antriannya banyak.  Ada seorang Ibu – ibu yang sedang sarapan dari nasi bungkus yang dia bawa, sedang suami disampingnya mengendong anak mereka.  Kemudian saya ngobrol dengan mereka, anak mereka Noval berusia 3 tahun dan sebaya dengan anak saya  yang besar, tapi dia tidak tumbuh dengan normal. Dia belum bisa berjalan, badannya kurus dan lemas, dia juga kurang bisa berkomunikasi , hanya matanya yang besar melihat kesana kemari.  Langsung saya menangis. Jujur, saya paling ga kuat melihat hal seperti itu. Rumah mereka jauh dari RS ,si bapak yang kerjanya serabutan  juga harus melewatkan hari itu tanpa bekerja demi menemani si anak menjalani terapi. Noval terlahir premature, dan sejak bayi pertumbuhannnya terlambat.
“Oh Tuhan, betapa saya tidak bersyukur, saat  saya sering mengeluh untuk hal-hal yang kecil. Saat saya lebih memberatkan  pekerjaan di kantor  dari pada anak saya. “
Kenapa hidup tidak adil?Mereka tidak mampu, tapi mendapat cobaan seberat itu. Banyak pertanyaan dalam hati saya, dan saya tidak bisa menjawabnya. Saya hanya bisa berdoa semoga mereka diberi ketabahan dan kemudahan.

Adalagi seorang ibu tua yang walaupun kurus dan renta tapi masih gesit mengejar  anak laki-lakinya yang berlari-larian ke sana kemari. Anak itu berusia 15 tahun, tubuhnya normal tapi dia tidak bisa berbicara dan lambat daya pikirnya. Saya berbincang dengn Ibu itu , rumahnya jauh di Imogiri , daerah pelosok  di timur Bantul. Setiap 2 kali seminggu dia mengantar anaknya terapi dengan naik bis , dan kalo kesorean mereka harus berjalan kaki berkilo – kilo meter.

“Oh Tuhan, saya yang bisa naik motor atau mobil, kenapa kadang-kadang masih terkalahkan oleh rasa malas untuk berangkat ke rumahMu:”

Dari bayi sampai usia 10 tahun anaknya sering menderita demam tinggi. Dan itu yang menyebabkan anaknya tidak bisa berbicara. Dan dia baru tahu tentang terapi ini baru 2 tahun, mungkin kalau terapi dilakukan sejak kecil, dia sudah bisa berbicara. Pernah suatu hari, si anak panas tinggi, dia dan suami langsung ke puskesmas, padahal  hujan deras dan mereka berjalan kaki, ya berjalan kaki. Dia mengendong si anak dan suaminya memayungi mereka.

Jlep…………hati saya seperti tertusuk duri, ternyata cerita seperti itu tak hanya ada di tipi – tipi,  banyak orang kurang mampu disekitar saya. Dan mereka tak pernah menyerah  dengan keadaan, mereka tak malu dengan kondisi anak mereka. Mereka berusaha sekuat tenaga demi  kesembuhan anak mereka.
Jika mereka bisa , kenapa saya tidak?

20 April 2014
Akhirnya saat yang ditunggu tiba, kata dokter setelah hari ke7 Saka boleh pulang dan proses pengobatannya selesai. Tapi seperti biasanya untuk bisa pulang tetep harus menunggu rekomendasi dokter yang merawatnya, terpaksa menunggu visit dokter, rasanya lama banget menunggu jam 2.

Tepat pukul dua dokter Anik datang dan  melihat hasil rontgen yang dilakukan tadi pagi, hasilnya sudah bagus. Paru-paru Saka sudah bersih, tapi untuk lebih yakin akan dicek darahnya terlebih dulu, dilihat hasil leukositnya masih tinggi ndak.

Yahhhh, disuntik lagi, saya lemes lagi, capek menyaksikan Saka nangis lagi. Karena pengalaman yang sudah-sudah, yang akan mengambil darah Saka  orang dari laborat aja, kata mbak perawat, orang laborat lebih pinter . say amah manut aja, dan setengah jam kemudian datang mbak-mbak dari laborat, dan benar saja hanya sekali suntik darah Saka bisa diambil, saya bernafas lega.

Boleh pulang atau tidaknya Saka hari itu tergantung dari hasil lab, dan akhirnya hasilnya bagus, leukosit di tubuh Saka sudah turun dan dalam jumlah yang normal. Horeeee boleh pulang……..Dan waktunya menyelesaikan administrasi.  Karena saya sendirian di RS itu, saya terpaksa wirawiri sendirian ke bagian admin sambil gendong Saka.  Suami tadi pagi sudah menyiapkan uang sebesar 5 juta, karena kemaren saya sudah menanyakan jumlah rekening berjalan memang sekitar segitu, perkiraan saya mungkin dipotong ASKES sepertiganya, kamar yang saya tempati tidak sesuai kelas golongan saya yang seharusnya kelas II saya ngambil kamar kelas VIP. Tapi alangkah terkejutnya saya, dari total biaya 4 juta Sembilan ratus ribu, saya cuma diharuskan membayar tigaratus ribu. Puji Tuhan Engkau memang baik.

Saya jadi ingat kata dokter sebelum merujuk ke rumah sakit, kata beliau daripada rawat jalan dan wira-wiri mending opname karena setelah ASKES menjadi BPJS biaya RS lebih murah.
Finally, waktunya menelpon suami untuk menjemput, dan bahagianya saya melihat Saka terbebas dari  jarum infuse dan tentunya sudah sehat kembali.

Dari kejadian yang saya alami, ada beberapa pelajaran yang bisa saya ambil :

  1. Imunisasi sangat penting, dengan imunisasi tubuh anak lebih kebal terhadap suatu penyakit dantidak mudah tertular penyakit serta menghindari komplikasi akibat virus yang masuk.
  2. Segera bawa anak ke dokter jika demam lebih 3 hari, badannya lemas, ataupun batuk yang disertai sesak napas.
  3. Sepintar apapun kita percayalah dokter akan memberikan yang terbaik dan tindakan yang tepat bagi anak kita.
  4. Lebih menjaga kesehatan anak dan jika tidak terpaksa tidak membuat anak terlalu capek, karena saat daya tahan tubuh menurun dia gampang terserang penyakit.
  5. Lebih bersyukur, banyak orang tidak seberuntung kita.


Komentar