Pentingnya Keluarga Harmonis Bagi Psikologi Anak



Keseringan melihat serial Criminal Minds dan Law n order membuat saya jadi banyak tahu teknik pembunuhan berdarah dingin dengan cara diluar nalar. Kebanyakan pelaku mempunyai sisi psikologis yang "berbeda" dengan orang kebanyakan. Dan menyimpan masa lalu kelam atau pernah merasakan perlakuan yang tidak manusiawi juga semasa kecil. Intinya para pelaku mayoritas berasal dari keluarga yang kurang harmonis atau orang tua yang kejam.

Semua orang pasti pernah bertengkar, begitupun dengan orang tua saya. Semasa kecil pernah beberapa kali saya mendengar merka bertengkar, cekcok mulut hingga terdengar oleh kami anak-anaknya. Rasanya? Sungguh tidak mengenakkan, sedih, kecewa, takut bercampur aduk. Itu hanya beberapa kali dan terekam jelas hingga dewasa. Itulah makanya saya tidak heran jika dalam keluarga broken home ada beberapa yang anak-anaknya terjerumus ke hal negatif seperti narkoba dan kenakalan remaja. Kondisi keluarga yang isinya berantem dan tak ada kedamaian pasti menjadikan si anak stres dan tidak tahan menanggung beban.

Keluarga harmonis menjadi batu pondasi dan landasan hidup bagi seorang anak. Karena keluargalah tempat mereka belajar, hidup, mendapat tauladan serta mendapat curahan kasih sayang. Apabila dari dasar mereka tidak punya itu bagaimana kehidupan selanjutnya?

Saya dan suami sadar betul akan pentingnya keluarga harmonis dan dengan sekuat tenaga menjaga keharmonisan. Tak hanya yang penting utuh tapi benar-benar menyelaraskan agar anak merasa tenang dan psikologis mereka tidak terganggu. Dengan cara apa? Mengerem ego masing-masing.

Broken Home bisa terjadi karena banyak hal tapi yang utama biasanya karena:

 

  1. Perceraian, terjadi akibat disorientasi antara suami istri dalam membangun rumah tangga; 
  2. Kebudayaan bisu, ketika tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga; 
  3. Ketidakdewasaan sikap orangtua, karena orangtua  hanya memikirkan diri mereka daripada anak; dan 
  4. Orangtua yang kurang rasa tanggung jawab dengan alasan kesibukan bekerja. Mereka hanya terfokus  pada materi yang akan didapat dibandingkan dengan melaksanakan tanggung jawab di dalam keluarga (“Kehidupan Anak Broken Home,” 2012). 


Penyebab tambahan yang memicu terjadinya broken home, yaitu: 

(a) perang dingin dalam keluarga, karena adanya perselisihan atau rasa benci; 

(b) kurang mendekatkan diri pada Tuhan, yang membuat orangtua tidak dapat mendidik anaknya dari segi keagamaan; 

(c) masalah ekonomi, yang tidak jarang menjadi sebab pertengkaran maupun berakhir dengan perceraian;  dan 

(d) masalah pendidikan, kurangnya pengetahuan suami ataupun istri terhadap keluarga mereka sendiri (“Kehidupan Anak Broken Home,” 2012).

Ngomongin tentang broken home pasti bikin sedih dan berharap tidak akan terjadi pada kita, karena dampak psikologis pada anak sangat buruk Dampak paling utama yang akan melekat sampai anak tersebut dewasa adalah dampak psikologis. Seorang anak dapat berkembang dengan baik jika kebutuhan psikologisnya juga baik.  

Walaupun tidak semua anak dari kelarga broken home mengalami dampak psikologis yang buruk, ada yang anaknya memang kuat atau si anak tetap mendapat kasih sayang dan perhaian walaupun hanya dari satu orang tua.

Ciri-ciri anak yang mengalami dampak psikologis dari broken home, antara lain:
 
(a) ketakutan yang berlebihan, 
(b) tidak mau berinteraksi dengan sesama, 
(c) menutup diri dari lingkungan, 
(d) emosional, 
(e) sensitif, 
(f) temperamen tinggi, dan 
(g) labil. 
 
Sobat Prima , dampak psikologis yang diterima seorang anak berbeda-beda tergantung usia atau tingkatan perkembangan anak dan tidak semua keluarga broken home itu buruk, setiap keluarga memiliki permasalahan sendiri dan tidak semua orang berpandangan bahwa broken home adalah hal yang negatif. 
 
Bisa saja  broken home adalah jalan yang terbaik bagi keluarganya. Dan broken home bukan akhir segalanya, masih ada banyak solusi agar anak tetap bahagia, ada beberapa cara untuk meminimalisir atau mengatasi broken home, antara lain (a) mendekatkan diri kepada Tuhan, (b) berpikir dan berperilaku positif, (c) saling berbagi, dan (d) mencari kegiatan positif (“Broken Home dan Cara Mengatasinya,” 2013). 
 
Ohya, pengaruh psikologis pada anak bukan hanya terjadi jika orang tua bercerai tapi broken home juga disebabkan karena keluarga "bisu" atau orang tua yang terlalu sibuk sehingga anak haus kasih sayang. Nah lo, menyikapi hal ini saya berusaha untuk tetap menomor satukan keluarga. Walaupun waktu terbatas, asal kualitas bagus anak tidak akan kekurangan kasih sayang.  Cara yang saya lakukan pun sederhana saja :
1.  Sering berkomunikasi dan "bertanya" pada anak
2.  Sering kontak fisik, pelukan, ciuman, atau elus-elus punggung saat mereka mau tidur efektif membuat mereka nempel pada saya walaupun jam bertemu terbatas
3.  Makan bersama
4.  Terkadang "memanjakan" mereka tapi juga memberi tanggung jawab
5.  Sering jalan-jalan bareng
 
Sobat Prima, peran keluarga untuk membentuk psikologi anak sangat penting, karena dalam keluargalah anak mendapat, ketenangan, keamanan, kenyamanan  dan kebahagiaan. Memang tak semua keluarga broken home mencetak anak yang terjerumus ke hal negatif, banyak juga yang memiliki prestasi membanggakan. Tapi alangkah lebih bijaksana jika kita bisa mewujudkan keluarga yang harmonis demi menjaga perkembangan psikologi anak?


  

Komentar

  1. Aku sudah mulai menerapkannya, Mbak. Rutin ajak anak jalan2 biar nggak sumpek. :)

    BalasHapus
  2. Jadi anak dalam keluarga Broken Home memang rasanya sakit. Kepercayaan pada orang lain jadi nggak ada. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mbak, pasti ada "rasa" yang kurang tapi semoga anak broken home tetap merasa bahagia ya mbak.

      Hapus
  3. Semoga kita tidak menjadi orang tua yang membuat anak tertekan. :'D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mbak, semoga kita menjadi orang tua yang baik untuk anak anak ya :)

      Hapus
  4. Bener mbak, anak-anak yang bahagia didapat dalam keluarga yang harmonis dalam artian hubungan suami dan istri baik.
    untuk itulah saya dan suami terus belajar dan memperbaiki diri agar dampaknya tidak berimbas pada anak kalau pas lagi bertengkar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bertengkarnya ngumpet kalau enggak via sms saya :)

      Hapus
  5. kini orang tua mulai paham...walau pun mereka bercerai..tetap mendampingi anak bergiliran..agar anak gak kehilangan kasih sayang..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, sekarang walaupun deforce tetap berusaha memberi perhatian dan kasih sayang sepenuhnya bagi anak .

      Hapus
  6. Makasih artikelnya mba, berusaha mengeratkan bonding dengan anak dan lebih sabar ni :*

    BalasHapus
  7. Membangun keluarga harmonis memang syarat mutlak agar anak2 kita tumbuh sehat dan bahagia, moga kita semua dimudahkan ya Mbak jadi ortu yg baik buat anak, aamiin.

    BalasHapus

Posting Komentar

Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)