Si Pembunuh Mimpi

www.primahapsari.com
"Rasa malas itu adalah pembunuh mimpi paling berbahaya"

Akhir-akhir ini saya sedang dilanda kebimbangan, bingung memilih untuk lanjut kuliah atau enggak. Niat untuk kembali melanjutkan S1 sudah dari tahun kemaren dan mundur di tahun ini. Tapi hingga awal bulan Juni dimana pendaftaran kelas ekstension gelombang pertama sudah habis dan saya masih diam tanpa aksi.

Niat yang menggebu-gebu entah kenapa selalu hilang di hari penentuan. Padahal melanjutkan S1 sudah menjadi salah satu resolusi di tahun ini. Rencana sudah saya susun dari tahun-tahun sebelumnya. Bisa dibilang lanjut ke S1 menjadi gerbang untuk meraih impian mendapatkan beasiswa S2 sekaligus tugas belajar, dimana saya bebas dari tugas kantor dan hanya bertugas belajar. Artinya saya kuliah gratis, tetap digaji tapi nggak perlu ngantor. Suatu impian yang cukup muluk-muluk bukan?

Tapi,untuk bisa dapat beasiswa S2 saya harus sudah lulus S1 terlebih dahulu. Saya harus transfer dari D3 ke S1 dengan biaya sendiri dan kuliah di malam hari gaes. Yes, peraturan BKN melarang PNS untuk melanjutkan kuliah S1 yang masuk hari Sabtu Minggu. Begitupun akreditasi kampus harus sudah B keatas, nggak boleh sembarangan kuliah di kampus "embyeh-embyeh".

Tapi, akhir-akhir ini saya bingung apakah nanti saya bisa membagi waktu antara pekerjaan, kuliah dan keluarga. Dari pagi hingga sore saya ngantor, dan malamnya masih harus kuliah lagi. Apalagi sekarang banyak undangan acara blogger di weekend, hari dimana me time saya bersama keluarga. Tapi sayang juga jika saya melewatkan acara-acara tersebut. Tapi tetap saya membatasi hanya datang di acara blogger di sabtu saja atau minggunya sebulan maksimal 2x.

Saya mulai goyah dan berpikir untuk tidak kuliah saja, tidak menghabiskan uang, nggak usah mikir dan belajar, banyak waktu untuk keluarga dan berbagai alasan lain. Saya mencoba untuk mendapat dukungan dari suami jika saya tak perlu kuliah lagi karena mahal. Tapi jawaban suami, "bukannya ada gaji ke 13 dan 14 yang bisa digunakan untuk membayar uang masuk dan spp?" Yang berarti dia mendukung saya lanjut kuliah dan siap menemani duo anak lanang saa saya kuliah.

Nah, keputusan sekarang ada di tangan saya. Mampukah saya  membuang rasa malas, berani keluar dari zona nyaman dan mewujudkan impian saya sekaligus Ibu saya yang sudah tanya-tanya lagi tentang kuliah saya.

Akankah saya membuang mimpi-mimpi itu dan merasa "sok tenang" saat darah saya mendidih jika mendengar seorang kawan tertawa bahagia saat beasiswanya diterima. Atau merasa cukup puas "aku cukup seperti ini" tanpa berjuang lagi, tanpa berusaha lagi?

Ah, sepertinya saya harus membuang "the killer of dream" dari kepala dan hati saya. Masa kerja saya masih 30 tahun lagi dan sayang jika saya hanya sampai di golongan IIIB. Sayang jika ilmu saya hanya secethek sekarang. Tak malukah saya dengan pepatah "carilah ilmu hingga liang lahat?"

Komentar

  1. Ayo mak semangat. Konon katanya orang sukses harus bekerja 2 kali lipat dari orang biasa :)

    BalasHapus
  2. semangat, mudah2an belajar untuk mencari ilmu yang menjadi uatama bukan krn ingin naik golongan

    BalasHapus
  3. terus akhirnya niat kuliah nggak mak? *gantung ceritanya*

    BalasHapus
  4. Ayo Mak semangat mimpi jgn dibunuh tapi harus dipelihara biar terwujud. Sayasaja yang masa kerja sudah 30 tahun masih terus memburu mimpi

    BalasHapus
  5. Go..go..go..mak Prima ! Lanjut kuliah aja ! :) *kompor*

    BalasHapus

Posting Komentar

Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)