[Sinopsis Film] EVEREST, Magnet Terbesar Sekaligus Lembah Kematian Para Pendaki Gunung

EVEREST  (pict. movienews.com)
  
Nonton pilm menjadi salah satu kegemaran saya, dari film action, romantis sampe horor saya suka semua. Tapi, paling tertarik melihat film pembunuhan berantai/pembunuhan berdarah dingin yang ada bau detektif gitu. Ga perlu ke bioskop sih, liat di FOX Crime atau DIVA aja ada. 

Tapi sesekali saya pengen kembali menikmati bioskop, kenapa? Sudah 4 tahun ane kagak nginjek lantai 21 'bo. Yah, walaupun sering lewat didepannya kalo lagi ngemall di Amplaz, tapi duo anak lanang mana mau diajak nonton, sound bioskop kenceng banget pasti mereka ketakutan.

Semasa pacaran dan manten anyar #uhui, saya dan mas bojo sering nonton bareng, kebetulan doi juga suka banget nonton film, terutama bergenre action. Padahal, terkadang saya pengen nonton film romantis atau film Indonesia, tapi pasti ditolak mentah-mentah, apalagi nonton film Indonesia, dia cuma tidur di bioskop. Bukannya ga ACI-Aku Cinta Indonesia yaaaa, entah dia punya alasan nonton aja ditipi paling beberapa bulan ke depan dah ada.

Nah, beberapa hari yang lalu saya menyempatkan diri nonton bareng mas Bojo, saya memanfaatkan waktu pulang kantor agak cepet karena kalau sore waktunya bersama anak-anak. EVEREST menjadi pilihan kami, setelah membaca ringkasan buku Everest dari catatan mbak Ferdi di facebook saya tertarik untuk melihatnya.

Film Everest diambil dari kisah nyata pada tahun 1996, dimana terjadi tragedi tewasnya 8 pendaki yang sedang menaklukan Everest Mount, gunung tertinggi di dunia. Peristiwa ini menjadi sorotan masyarakat dunia, karena memakan korban banyak dalam waktu bersama. 

Dari judulnya kita tahu jika film ini menggambarkan bagaimana perjuangan hidup dan mati para pendaki yang ingin sampai di puncak Gunung Everest.  “Into Thin Air: A Personal Account of the Mt. Everest Disaster”, hasil karya John Krakauer. 

Tokoh utama film ini adalah Rob Hall, pemimpin Adventure Consultant, dia menjadi guide bagi pendaki yang ingin mendaki gunung Everest, beberapa kali berhasil dan mengalami naas pada 10 Mei 1996. Dia mengantarkan beberapa klien menuju Kathmandu, Nepal dan mendampingi sampai di puncak Everest. 

Adventure consultan mungkin sejenis ama open trip yang maik marak saat ini, dimana para pendaki profesional membuka peluang bagi pendaki lain untuk bersama-sama mendaki dengan biaya yang sudah ditetapkan. Di film Everest diceritakan jika saat itu klien membayar 65.000 dollar pada Adventure Consultan. Sejumlah uang yang sangat banyak yaaa.

Melihat film ini, jadi banyak tahu beberapa tempat menarik di Nepal. The Everest base camp, yang berada dekat kuil Rosphu di daerah pedesaan Tibet,dari sinilah pendaki memulai petualangannya.

Para pendaki yang ikut ternyata sudah berumur, ada Doug (45) yang dua kali gagal mencapai puncak  Everest. Dia seorang tukang pos dan terbilang kurang mampu. Dia bisa membiayai pendakian itu berkat uluran dana anak-anak sekolah disekitar rumahnya.  

Ada Yasuko Namba, pendaki dari Jepang yang telah 6 kali menaklukan puncak gunung dan sangat ingin menaklukan Everest. Dia berhasil sampai puncak, menancapkan bendera Jepang, tapi sayang saat turun terkena badai dan mati kedinginan.

Jon Krakeur penulis buku ini yang selamat dari maut, walaupun bukan pendaki profesional  ternyata dia bisa turun dengan selamat.

Tokoh utama lain adalah Scoot Fisher, yang saat itu berusia 40 tahun. Pendaki profesional dari Amerika dan seperti Rob, juga memimpin pendakian. Dan terjadinya persaingan antar dua kelompok yang mempunyai tujuan sama, yaitu summit pada 10 Mei 1996.

Cerita film ini cukup menarik, sayang emosi dan karakter tiap pemain kurang terbangun, jadi yang ngeliat datar-datar aja. Padahal seharusnya banyak konflik yang tercipta, apalagi saat berada dipuncak. Adegan kelamaan di kamp markas, padahal saya berharap banyak moment di perjalanan saat summit.

Dari film Everest saya jadi tahum untuk bisa mencapai puncak tidak boleh setelah jam satu siang, angin akan membesar dan banyak kemungkinan terjadi badai. Hal itulah yang menjadi penyebab kematian para pendaki, mereka terlambat sampai di puncak dan turun saat gelap. 

Koordinasi antar pendaki sangat dibutuhkan apalagi tuntunan dari pemimpin. Ada 33 orang yang mendaki dihari itu, termasuk jumlah yang besar dan beresiko. Tapi antara rombongan Scoot dan Rob tidak ada yang mau mengalah, mereka sudah yakin untuk summit tanggal 10 dan akhirnya mereka bekerjasama. 

Scoot mempunyai asisten bernama Anatoli yang juga pendaki profesional bahkan mereka tidak pernah mau memakai oksigen saat mendaki. Padahal itu sangat dibutuhkan terlebih di ketinggian lebih dari 8000 meter.

Faktor lain yang menyebabkan kematian para pendaki adalah tidak adanya tali di Hillary Step, yang seharusnya sudah dipasang Loopsang, pendaki dari tim Scoot. Anatoli harus memasang tali terlebih dulu dan menyebabkan pendaki tidak bergerak dan antrean bertambah. Hal ini menambah waktu tempuh dan pendaki terlambat mencapai puncak.

Ada beberapa hal mengharukan di film ini, saat Doug yang sebenarnya dalam kondisi kurang sehat tetap nekat mendaki dan bersusah payah sampai di puncak, di menit terakhir yang seharusnya tidak boleh ada pendaki ke puncak. Tapi Rob sebagai pemimpin berbaik hati dan membantu Doug sampai puncak. Doug menancapkan bendera sekolah dimana anak-anak iuran membiayai pendakian Doug, dia berusaha menginspirasi bahwa orang biasapun tetap bisa sampai di puncak Everest. 

Badai tiba-tiba datang, dan mereka berdua berlindung di bawah tebing. Rob berusaha mencari oksigen dan meminta Doug tetap menunggu, tapi rupanya Doug sudah putus asa dan melepaskan tali pengaman dan jatuh dari puncak. 

Semua pendaki menggunakan alat komunikasi, sehingga selalu terpantau. Pemimpin rombongan bisa mendapat informasi dari base camp melalui alat itu. Badai masih terjadi dan Rob kehabisan ogsigen, dia menghubungi Helen di basecamp dan meminta bantuan karena dia sudah kepayahan. Andy kembali naik dan mengantarkan oksigen untuk Rob. Keduanya kedinginan dan Andy terserang hypotermia, dan meninggal terlebih dulu. 

Dalam pendakian, saling membantu dan pengorbanan memang sangat dibutuhkan, Rob berkorban mendampingi Doug dan terjebak badai, sedang Andy rela naik lagi mengantarkan oksigen buat Rob sang pemimpin.

Lepas dari narasi dan adegan yang kurang "ngeh" dan agak nangung kalo kata suami saya, film ini menggambarkan bagaimana perjuangan para pendaki. Jika dibandingkan dengan Vertical Limit yang sama-sama bercerita tentang petualangan mendaki, nilai VL 9 sedang Everest cuma 7. 

Semodern apapun peralatan dan rencana, tetap tidak bisa melawan kekuatan alam. Pernah dengar pepatah, kamu bisa menaklukan gunung saat beberapa menit di puncaknya, tapi gunung tetap menang karena dia tetap berada disana.

Saya berharap menemukan suatu catatan penting, alasan dari para pendaki itu untuk menaklukan Everest, gunung setinggi 8.850. Ada satu obrolan saat di tenda antara semua pendaki, mereka saling bertanya apa motivasi mereka, sayang tidak ada jawaban yang pasti. Entah, apakah ada di buku “Into Thin Air: A Personal Account of the Mt. Everest Disaster”

Bagi pecinta maupun bukan pecinta gunung, film ini tetap layak kita nikmati. Yuk, ke studio 21 terdekat.

Komentar

  1. Serem juga ya film nya para pendaki pada mati di gunung

    BalasHapus
  2. Saya belum pernah menonton tapi dr tulisan ini saya membayangkan gambar2 yg ditampilkan pasti sangat indah dan menakjubkan... :)

    BalasHapus
  3. eh aku baru beli ini, tapi blum sempat nonton

    BalasHapus
  4. jangan jauh-jauh gunung everest, gunung salak juga memakan korban bro... hahaha, tapi boleh juga coba nonton nih film

    BalasHapus
  5. aku belum nonton nih mbak, kemarin di IMAX juga sedang memutar film ini

    BalasHapus
  6. Wah.. Menarik nih filmnya. Suka film2 begini, tapi gk suka naik gunung benerannya hahha xp

    BalasHapus
  7. Mengingat pada film vertical limit mbak... tentang pendakian gunung... :)

    BalasHapus
  8. Lha aku kok malah lebih merinding yo baca judul bukunya 'Into Thin Air: A Personal Account of the Mt. Everest Disaster'... Judulnya saja udah cetar membahana ya Mbak. Lengkap banget reviewnyaaa.... Salam kenal ya Mbak... aku follow blognya :)))

    BalasHapus

Posting Komentar

Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)