Ojo Gumunan, Ojo Kagetan lan Ojo Dumeh

Saya terlahir sebagai orang Jawa, lahir di Jawa dan keturunan Jawa tentunya. Walaupun kata orang saya berwajah oriental dan banyak orang saat bertemu saya memanggil "Cik" yang artinya Kakak perempuan dalam bahasa Tionghoa tapi bener lho, aku wong Jowo tulen asal soko Klaten. Apakah perlu diterjemahkan saudara?Ok, artinnya saya orang Jawa asli berasal dari kota Klaten.

Sebagai orang Jawa, kedua orang tua saya mengajarkan tentang unggah-ungguh (tata krama) dan boso (bahasa Jawa halus). Bagaimana cara berbicara dengan orang yang lebih tua dan bagaimana bersikap dengan orang lain terutama orang yang lebih tua atau dihormati. Dalam kehidupan orang Jawa terutama di desa sopan santun/tata krama masih dipegang erat. Misalnya saat berjalan didepan orang lain yang sedang duduk atau orang yang lebih tua kita harus menunduk dan bilang "nderek langkung" , tidak bisa kita berjalan lenggang kangkung apalagi tanpa menyapa. Bisa dikatain anak ga tahu adat nanti.

Begitupun dalam berbicara, harus menggunakan bahasa Jawa Halus/Boso Kromo Inggil. Walaupun tidak fasih dan lengkap kosakata yang saya miliki, saya berusaha selalu menggunakan Boso Kromo saat berbicara dengan yang lebih tua. Jangan sampai dech ngomong "kowe" sama yang lebih tua, bisa dicubit saya ama Ibuk saya. Kata "Kowe"  termasuk alam dbahasa Jawa Ngoko/kasar yang digunakan saat berbicara dengan teman sebaya dan bahasa alusnya ada dua, yaitu Sampeyan dan Jenengan dan pemakaianya harus pas ya, kalo enggak bisa diketawain,,hehehe....

Tapi sayang, saat ini Bahasa Jawa mulai terkikis dan hilang didaerahnya sendiri. Karena apa? Karena lebih terbiasa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa asing dan lupa mengajarkan bahasa daerah kepada generasi selanjutnya. Termasuk saya (tunduk kepala dalem-dalem), dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga saya menggunakan dua bahasa, Indonesia dan Jawa, tapi prosentasenya banyak menggunakan Bahasa Indonesia (tutup muka ahh). Entah, mungkin terpengaruh sama tetangga-tetangga. Tapi saya cukup bangga, anak sulung saya yang berusia tiga tahun kalau dipanggil jawabnya "Kulo" atau "Dalem Buk". Dan kalau saya tanya apakah dia sudah makan, jawabnya "Sampun Buk". Ya, sedikit sedikit kita memang harus mengenalkan bahasa Jawa sebagai bahasa Kita sebelum Boso Jowo hilang sama sekali. Kalau bukan kita yang orang Jawa, siapa lagi yang bakal melestarikan.

Ngomong-ngomong tentang Bahasa Daerah, banyak pepatah/ungkapan dalam Bahasa Jawa. Dan pepatahungkapan itu tidak hanya sekedar kumpulan kata tak bermakna tapi merupakan falsafah kehidupan yang begitu mendalam dan bermakna. Pepatah Jawa ini mempunyai pesan moral dan kebaikan yang jika kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari akan bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat sekitar. Sebagai orang Jawa  seharusnya mengenal tentang nilai-nilai luhur dari pepatah/ungkapan yang diwariskan leluhur kita. Dan  pepatah/ungkapan itu adalah salah satu identitas sebagai orang Jawa yang terkenal dengan budaya luhurnya.




Ojo Gumunan 
Berasal dari kata  Ojo(jangan)dan  Gumunan(mudah heran/kagum), pepatah ini melarang kita untuk tidak mudah -heran/kagum terhadap sesuatu, khususnya materi/barang duniawi. Apalagi sekarang dijaman  yang serba canggih, maju dan perkembangan begitu cepat dan serba materialistis. Seperti saya yang terheran-heran saat tetangga saya mobilnya baru dan bagus. Tapi saya hanya sekedar melihat, terkagum-kagum dan tentunya berkomentar "Wah mobilnya baru, enak ya punya uang banyak" . Tanpa mengambil pelajaran bahwa dia bisa mendapatkan itu dengan bekerja keras. Hanya menjadi penonton dan komentator terhadap perubahan tanpa mau memperbaiki diri agar bisa sesukses dia.

Ini dia ekspresi saat terkagum-kagum  Dok Gambar


Ojo Kagetan
Ojo kagetan berarti jangan mudah kaget. Banyak perubahan yang terjadi kehidupan kita ataupun orang lain. Kita harus lebih mawas diri terhadap perubahan disekitar kita. Jangan sedikit-sedikit teriak "OMG" dan latah berubah tanpa berpikir panjang dan akhirnya menyesal. Pepatah ini mengajak kita untuk waspada dengan kejutan-kejutan yang bakal terjadi dan sabar menyikapinya. 

Seperti pelajaran yang saya dapatkan dari saudara saya sendiri, tanpa bermaksud membuka aib keluarga. Bisnis yang dijalankan saudara saya berkembang karena investasi dari orang lain. Usahanya berjalan mulus, dan tinggal dilingkaunngan baru yang elit. Mereka kaget dengan banyaknya uang yang mereka miliki dan kaget dengan kehidupan tetangga yang "wah". Mereka berubah , mengelola tanpa perhitungan, mengikuti gaya hidup tetangga yang serba mahal tanpa sadar bahwa uang yang mereka gunakan bukan milik mereka sendiri. Dan akhirnya, duarrr, semuanya habis tak bersisa bahkan menyisakan hutang.
Mungkin seperti itulah jika kita terlalu reaktif (kagetan) dengan perubahan yang terjadi dan tindakan kita hanya bersifat emosi sesaat.
Ekspresi saat kita terkaget-kaget   Dok Gambar

Ojo Dumeh
Jangan Mentang-mentang / aji mumpung adalah makna  pepatah yang terakhir. Pepatah ini mengajarkan kita untuk jangan menggunakan aji mumpung untuk hal yang tidak baik dan menjadi sombong, tetapi rendah hati terhadap siapapun, walaupun kita kaya, cantik, terhormat, berkuasa, pintar ataupun berkemampuan lebih dari orang lain.  Janganlah mentang-mentang jadi pejabat dan berkuasa kemudian korupsi. Jangan mentang-mentang kita mampu beli pertamax kemudian tidak mau mengantre seperti kejadian Florence beberapa waktu yang lalu. Jangan mentang-mentang jadi majikan lantas kita perlakukan ART semau gue. Atau mentang-mentang kita cuma rakyat terus seenaknya mengkritik dan mencaci pemerintahan tanpa memberikan solusi. Sebaliknya kesempatan yang kita punyai kita gunakan untuk kebaikan orang lain. Mumpung kita kaya kita bersedekah, mumpung kita jadi pejabat kita melayani masyarakat dengan adil. Atau mumpung jadi rakyat, patuh dan rajin membayar pajak. Hehehe...

Pepatah ini mengajak kita untuk selalu intropeksi diri, melihat ke dalam, siapa sich kita. Kita yang hanya manusia, semua yang kita miliki di dunia hanya titipan Tuhan dan kita bertugas menjaga dan mengembangkannya. Bukan memanfaatkan untuk diri sendiri. Semua sama dihadapan Tuhan. Kelak, hanya amal dan ibadah kita yang bisa menjadikan kita lebih dari orang lain.
 
Pepatah  Ojo Gumunan, Ojo Kagetan lan Ojo Dumeh bisa kita jadikan salah satu panduan dalam menghadapi kehidupan yang dinamis ini. Selalu berubah setiap waktu.  Pepatah ini tak lekang waktu, walaupun sudah ada dari ratusan tahun yang lalu, tapi masih bisa kita terapkan disaat ini bahkan di waktu mendatang.


“Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati – Bahasa Daerah Harus Diminati”


Komentar

  1. pepatah yg memang harus kita lakukan dlm kehidupan kita ya...
    salam kenal :)

    BalasHapus
  2. Terima kasih sudah berpartisipasi dalam kontes Sadar Hati. Nantikan pengumuman pemenang pada tanggal 20 Oktober 2014. Salam.

    BalasHapus
  3. Klatennya mana mbak... pepatah yang sangat dalam maknanya...

    BalasHapus
  4. Wahahahah, yang kejadian Florence itu beneran heboh banget dah. Temen-temen kosan pada ngobrolin tuh waktu itu :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Hai kawan, terimakasih sudah mampir ya. Pembaca yang cantik dan ganteng boleh lho berkomentar, saya senang sekali jika anda berkenan meninggalkan jejak. Salam Prima :)