#30HariNgeblog:Back You

Tadi siang pak pos mengantarkan surat untuk Rani. "Dari Mas Moko lagi, kenapa dia tak bosan bosannya mengirim surat untukku" Keluh Rani "Padahal aku sudah berusaha pergi jauh dari dia" Sambil sesekali memandang potret Moko yang tergantung didinding rumah dinasnya. 
Sudah setahun belakangan Rani menyepi, meninggalkan hinggar bingar kota, untuk melupakan Mas Moko, mantan tunangannya. Tugas negara itu yang menjadi alasan Rani saat Mas Moko menanyakan penyebab kepergiannya.

Segala cara telah Rani tempuh untuk terputus dari dunia luar, semenjak Rani melihat Mas Moko berpelukan dengan mantan kekasihnya di kantor, Rani merasa hancur. Mas Moko yang begitu dia banggakan di hadapan keluarga besarnya walaupun sebenarnya orang tua Rani menentang keras hubungan mereka.

Pemandangan dihadapannya membuat Rani berbalik arah, tawaran dari dosennya tentang magang praktek di pedalaman Kalimantan langsung dia sanggupi tanpa berpikir panjang.  Hal itu juga membuat dosen Rani terkejut, setahu dia Rani akan langsung menikah setelah status dokter dia sandang.

Setahun hampir berlalu, kenangan tentang Mas Moko perlahan mulai memudar. Menjadi satu-satunya dokter di kecamatan Toba,Sanggau  Kalimantan Barat benar-benar menyita waktunya. Mendatangi pasien ditengah malam atau kedatangan pasien disela-sela istirahat sore sudah menjadi makanan pokok. Disini tidak ada jaringan telpon ataupun internet, satu-satunya cara berhubungan dengan dunia luar hanya dengan berkirim surat memalui pos yang datang satu minggu sekali. Untuk sampai di tempat ini membutuhkan perjuangan yang lumayan berat. Dari Pontianak masih harus menempuh perjalanan darat selama 9 jam dan dilanjutkan dengan menaiki speedboat selama 3 jam.

Entah sudah berapa puluh kali Rani mondar-mandir di dalam kamarnya. Beberapa lembar surat berada di genggaman tangannya. Kemudian, perlahan Rani duduk ditepian ranjang tidurnya, dengan hati-ihati dia membuka surat terbaru dari Mas Moko.

"Dek ijinkanlah Mas meminta maaf, apa yang terjadi kemaren hanyalah salah paham, Desi hanya berpamitan akan pergi ke London bareng suaminya. Dia juga mengucapkan selamat atas pertunangan kita. Apa yang kamu lihat tak seperti apa yang kamu bayangkan Dek. Pernikahan kita sebentar lagi, ayolah kamu pulang"
Itu sebagian isi surat Mas Moko, tidak ada yang berubah dalam surat itu, isinya selalu sama, sampai surat ke 16 inipun isinya sama, hanya kali ini ada beberapa kalimat berbeda diujung surat.

"Dek, Mas sudah lelah meminta maaf padamu, bahkan sekalipun kamu tak sudi membalas surat Mas. Mungkin Mas memang tak layak buat kamu. Cincin pernikahan yang dulu kita pesan sudah jadi jika kamu memang tak mau kembali lebih baik scincin itu ku buang saja. Sekalian Mas mau pamit, minggu depan Mas dipindah tugaskan di Belanda. Semoga kamu mendapatkan pengganti yang lebih baik dari Mas".

Rani tergugu, pundaknya bergoncang menahan tangisan yang sudah lama dia pendam. Sejauh apapun dia pergi, sesibuk apapun dia melayani pasien, bayangan Mas Moko selalu mengikutinya. Wajahnya yang teduh, kesabaran hatinya, slalu bisa menentramkan hatinya. Pria tangguh yang tak pernah menyerah, selama 6 tahun kebersamaan mereka dia jarang menemukan cela pada diri pria itu. Disaat semua keluarganya memandang sinis Mas Moko karena keberadaan keluarganya yang kurang mampu, sekarang karir  Mas Moko begitu cemerlang. Haruskah dia kehilangan segalanya hanya karena kesalahpahaman?Relakah dia membiarkan hatinya terbang ke negri orang tanpa tahu kapan bisa bertemu lagi.

"Mas, sebenernya aku kangen sama Mas tapi keegoisan membutakan mataku, emosi sesaat telah membawaku ke hutan belantara ini. Cinta yang harusnya padam juga masih menyala seperti dulu" Rani menyesali sikapnya pada Mas Moko.

Rani melangkah keluar dari kamarnya, kemudian Rani mengambil kertas dan pulpen di laci meja kerjanya.  Perlahan dia menulis, "Mas Moko, I will back to You" sambil melipat kertas dan memasukkannya ke amplop, Rani berdoa "Semoga aku bisa sampai lebih dulu di Jakarta daripada surat ini"

Komentar